Welcome Drink

 

 

Saat kita datang ke hotel berbintang, sebelum check in kita akan disuguhi minuman segaryang disebut welcome drink.Nah, saya juga ingin menyuguhi para pembaca denganwelcome read. Karena kedengarannya agak aneh, saya tetap memakai istilah welcome drink.
Ceritanya begini. Awalnya saya hanya posting tulisan- tulisan lucu di Facebook. Tulisan-tulisan yang saya temui sepanjang perjalanan saya potret dan tambahi sedikit komentar.
Misalnya ini, di Paris saya ketemu signage bertuliskan Rambuteau dan tanda panah belok kiri. Kemudiansaya foto dan posting di Facebook dengan tambahan komentar, ‘Kampung Rambuteau, belok kiri’. Eh… ada yang menimpali,‘kalau Cililiteau arah ke mana’. Saat di Helsinki saya bertemu papan pengumuman jadwal bus dengan judul ‘bussiaikataulut’. Saya foto dan posting di Facebook ‘di Finlandia untuk menyebut jadwal bus saja sudah susah dan sungguh pabaliut’. Masih di Helsinki, ada spanduk besar bertuliskan ‘Aja Sisaan P-Eliel’ yang tampaknya adalah tempat parkir. Saya foto dan beri komentar ‘kalau makan ojo sisaan pak Eliel’.
Bermula dari sekadar posting foto dan lucu-lucuan saja, kemudian saya terinspirasi untuk mulai menulis saat dapat apartemen ‘vampir’ di Budapest.Sayasangat ingin membagi pengalaman saya di apartemenitu. Eh… ternyata banyak sekali pengalaman-pengalaman kecil yang sangat asik punya untuk di-share. Jadilah saya menulis secara spontan, realtime di gadget. Jika kebetulan di lokasiitu ada wifi, tulisan tersebut langsung saya posting atau saya posting malam hari setelah kembali ke penginapan dengan memanfaatkan wifi di sana.
Lantaran menulisnya di gadgetdan untuk konsumsi status di Facebook, maka tulisan-tulisan tersebut tentu saja bergaya bahasa tutur alias bahasa lisan yang jauh dari kaidah-kaidah EYD dan cara berbahasayang baik dan benar. Selain itu, postingan diusahakan tidak berpanjang-panjang. Seringkali ide-ide yang mau ditulis tidak tersampaikan karena menghindari posting yang terlalu panjang.
Saat itu tidak ada terbersit keinginan untuk membukukan catatan perjalanan ini. Tanpa terasa ternyata fragmen-fragmen catatan telah mencapai 60 fragmen. Saat sudah mencapai lebih dari 20 fragmen barulah muncul keinginan itu. Namun penulisan tetap diupayakan tidak panjang-panjang. Sempat muncul pemikiran, nanti kalau sudah balik ke Indonesia, sudah tenang, tulisan-tulisan itu dapat diedit ulang menjadi lebih panjang dan komprehensif. Celakanya, ternyata benar apa yang dikatakan orang bahwa menulis itu dipengaruhi mood. Saat mood sedang tinggi, tulisan lancar saja mengalirtanpa perlu berpikir. Namun setelah tenang di Indonesia, mood itu tidak kunjung muncul. Berkali-kali saya coba duduk manis untuk melengkapi fragmen- fragmen tulisan agar layak dibukukan, tapi tetap saja macet. Tidak ada kata-kata yang mengalirsama sekali. Jadilahbuku ini, akhirnya, benar-benar apa adanya seperti saat ditulis real time dulu. Bahkan saat menulis welcome drink ini mood masih tidak muncul. Jangan heran kalau hasilnya tidak enak dibaca. Iya kan?

 

Artikel Terkait