Serial Bisnis no 2, Risiko Bisnis
2. Hampir semua pelaku bisnis kawakan selalu mengatakan bahwa bisnis itu tdk mudah. Berbisnis itu tdk semudah membalik telapak tangan. Perlu perjuangan panjang. Perlu keuletan. Perlu percaya diri. Dan perlu2 lainnya.
Yg menakutkan adalah pernyataan bahwa berbisnis itu jatuh bangun. Lebih menakutkan lagi yg menyatakan bisnis itu berdarah2. Teman saya yg pebisnis malah mengatakan sampai keluar air mata darah. Jadi kalau rugi itu hal yg sangat biasa. Bangkrut? Itu juga hal biasa dalam bisnis. Hilang semua harta? Itu juga bukan hal yg aneh dalam bisnis.
Pebisnis adalah orang2 yg berani ambil resiko. Tidak banyak perhitungan njilimet, tapi langsung action.
Waduh, semua hal2 di atas bukanlah saya banget. Saya orangnya sangat safety player, sangat penuh perhitungan, sangat penuh pertimbangan. Sifat2 saya tidak ada yg cocok dg kriteria seorang pebisnis. Belum lagi cerita2 menakutkan di atas, siap rugi, siap bangkrut, siap hilang segalanya, bahkan siap air mata darah. Waduh, jangankan bangkrut, apalagi air mata darah, bahkan siap rugi saja saya tidak siap. Dan kayaknya sampai kapanpun saya tidak akan pernah siap dengan hal2 yang menakutkan itu.
Waduh, semua hal2 di atas bukanlah saya banget. Saya orangnya sangat safety player, sangat penuh perhitungan, sangat penuh pertimbangan. Sifat2 saya tidak ada yg cocok dg kriteria seorang pebisnis. Belum lagi cerita2 menakutkan di atas, siap rugi, siap bangkrut, siap hilang segalanya, bahkan siap air mata darah. Waduh, jangankan bangkrut, apalagi air mata darah, bahkan siap rugi saja saya tidak siap. Dan kayaknya sampai kapanpun saya tidak akan pernah siap dengan hal2 yang menakutkan itu.
Terus bagaimana? Jadi tidak usah saja bisnis?
Sesungguhnya yang risiko nol itu tdk ada di dunia ini. Begitu keluar rumah, sdh ada risiko ditabrak mobil. Jangankan keluar rumah, bahkan di dalam rumah saja ada risiko terpeleset atau terbentur. Jadi yg saya lakukan adalah memperkecil risiko menjadi sekecil2nya, sedapat mungkin mendekati nol. Contoh nyatanya apa. Saya tidak pernah mau mengirim barang sebelum menerima pembayaran penuh 100%. Sekali waktu ada customer yg sdh bayar dp 50%. Lalu dia kirim truk untuk mengambil barang. Dalam rangka memperkecil risiko, barang tdk dimuat sampai transfer pembayaran masuk ke rekening saya. Akibatnya saya dan sopir truk menunggu sampai 2 jam sebelum barang dinaikkan sampai akhirnya transfer pembayaran masuk.
Kejadian lain di jalan tol. Barang akan dipindah dari mobil pick up kita ke pick up pembeli. Dia mengatakan sdh transfer, tp msh belum masuk ke rek saya. Jadi pemindahan barang msh saya tahan. Terus dia kirim via wa bukti transfernya, tp tulisan tangannya dan approval bank di slip transfer itu kabur sekali. Saya tetap bertahan krn di rekening belum masuk juga.
Tentu saja dia marah2, kok saya tdk percaya banget. Tapi memang saya takut risiko sehingga saya bergeming. Saya tdk kenal siapa orangnya, hanya komunikasi via email dan wa saja.
Akhirnya baru dua jam kemudian ada dana masuk di rekening saya. Lalu barangpun dipindah sambil saya minta maaf bahwa saya terlalu kaku dlm pembayaran ini.
Akhirnya baru dua jam kemudian ada dana masuk di rekening saya. Lalu barangpun dipindah sambil saya minta maaf bahwa saya terlalu kaku dlm pembayaran ini.
Saking kakunya dan begitu takutnya pada risiko, saya bahkan bisa stress sendiri dalam kondisi yg bagi pebisnis sejati sebenarnya adalah kondisi sangat aman. Ada customer beli barang. Dia minta dibawakan contohnya ke tempat dia sekalian biar saya bisa melihat sendiri kantornya. Sayapun datang. Kantornya di daerah tangerang, sebuah bangunan megah. Bahkan di tengah ruangan ada kolam ikan yg besar sekali krn yg ada di kolam itu bukan ikan hias atau ikan mas. Saya tidak tahu apakah teman2 kaget atau tidak, tapi itu adalah kolam untuk ikan hiu. Ada bbrp hiu yg saya lihat di sana.
Kembali ke laptop, singkatnya harga deal dan disepakati. Dia akan bayar dp 50%, sisanya cash saat barang datang.
Beberapa hari kemudian diapun transfer 50%. Keesokan harinya sayapun kirin barang ke pabriknya (bukan ke kantor yg saya datangi). Tapi dia tdk di tempat. Katanya sisa pembayaran 50% akan ditransfer saja, tdk jadi cash. Saya jadi dilema, barang sdh telanjur turun, pembayaran blm diterima. Saya telepon lagi, katanya mau ditransfer. Sementara itu truk pembawa barang langsung pergi begitu barang turun. Mau tidak mau sayapun harus keluar juga setelah penerima barang tanda tangan surat jalan. Setelah itu saya benar2 stress, bgmn jika dia tdk bayar. Memang ada bukti surat jalan, tp apa saya bisa ambil barang lagi di dalam pabriknya kalau dia benar2 tdk bayar. Satpamnya pasti tidak mengizinkan. Kalau begitu tentu saya harus lapor polisi. Kalau sdh dg polisi, tentu urusannya jadi panjang. Demikianlah, pikiran saya jadi ke mana2 gara2 pembayaran yg blm masuk. Ada sekitar 2 jam saya stress sampai akhirnya pembayaran sisa 50% benar2 masuk ke rek saya.
Seperti yg sdh saya sebut, sebenarnya kondisi di atas bukanlah kondisi yg layak utk distresskan. Dalam bisnis adalah hal yg sangat biasa. Toh pabriknya jelas, kantornya jelas, apalagi orang yg bertransaksi dg saya adalah ownernya langsung. Saya juga pegang surat jalan. Jadi semuanya aman dan biasa2 saja. Tapi kenapa saya masih stress juga.
Saya cerita ini utk motivasi saja bahwa kalau ada teman yg masih takut rugi dan takut risiko, saya adalah orang yg sama dengan teman2, bahkan mungkin pada level agak paranoid dg risiko. Saya akui ini bukanlah karakter bagus untuk bisnis. Saya juga sedang belajar dan berusaha agar tdk gampang stress dan tdk terlalu paranoid dengan risiko.