
1. Awalnya adalah saat semua empat anak yang tadinya berserakan di mana2, lalu kali ini komplit ada di rumah di libur lebaran ini. Kalau sudah ngumpul begini, uminya selalu menanyakan mau ke mana. Seperti biasa juga, anak2 selalu menjawab terserah. Lalu timbullah ide, bagaimana kalau ke vietnam saja. Bagi sebagian besar orang ide ini tentu agak aneh karena di luar mainstream, termasuk bagi saya sendiri. Saya hampir tidak pernah mendengar ada orang membawa keluarganya jalan2 ke vietnam. Yang biasa adalah ke singapura, malaysia dan thailand utk yg dekat2. Atau ke jepang, china dan korea utk jarak sedang. Atau sekalian ke eropa dan amerika utk jarak jauh. Tapi sebenarnya ide ke vietnam ini ada alasannya. Jika memilih jarak sedang, apalagi jarak jauh, tentu saja biayanya besar sekali. Jadi yang agak mungkin hanyalah jarak dekat saja. Pilihannya tinggal singapura, malaysia dan thailand. Anak2 sudah pernah ke singapura dan malaysia sehingga tentu tidak menarik kalau ke sana lagi. Mereka memang belum pernah ke thailand tapi saya sudah dua kali ke sana dan istri juga pernah sekali. Adapun vietnam, semua belum pernah ada yg ke sana. Jadi tdk aneh kalau istri mengusulkan ke vietnam. Anak2 sih setuju2 saja, tapi justru giliran saya yang berpikir ulang. Apa yg mau dilihat di vietnam. Bayangan saya, vietnam seperti pedesaan di indonesia. Dan memang, waktu saya tanya ke lelen yg pernah jalan2 ke vietnam, katanya vietnam seperti indonesia thn 80an. Yang kita lihat adalah pemandangan alamnya yg mirip indonesia.
Akhirnya setelah diskusi ulang lagi, kami memutuskan ke thailand saja seperti keluarga mainstream lainnya walau saya dan istri sdh pernah ke sana.
Seperti biasa, kami tentu saja tidak akan ikut paket wisata. Kami akan jalan sendiri ala back packer. Alasan formalnya adalah tidak asik ikut paket karena tidak bebas. Adapun alasan sebenarnya adalah tidak mampu secara finansial. Bayangkan saja, berapa biaya paket wisata utk enam orang. Beda dengan back packer, kita bisa menyesuaikan perjalanan dengan budget yang ada. Kucinya adalah dengan menetapkan dulu budget yang dipunyai. Kemudian rancang destinasi tujuan dan durasi waktunya. Periksa juga harga tiket dan penginapan. Selanjutnya lakukan optimasi destinasi, waktu, tiket dan penginapan dengan budget yang disiapkan. Kalau dibuat model matematikanya, maka d+w+t+p=c di mana d, w, t dan p adalah variabel sedangkan c adalah konstanta yakni budget. Empat variabel tersebut berbanding lurus dengan budget. Variabel2 tersebutlah yg selanjutnya diotak atik agar nilai totalnya sama dengan konstanta.
2. Persiapan utk melakukan travelling backpacker tentu saja sangat berbeda (baca sangat merepotkan) jika dibandingkan dg travelling ikut biro perjalanan. Bersama biro perjalanan, kita cukup setor uang dan selanjutnya terima beres. Semua urusan dari tiket, visa, hotel, transportasi, makan dan itinerary sudah diurus semua oleh biro perjalanan.
Beda dg travelling sendiri ala backpacker. Semua persiapan harus kita lakukan sendiri. Kadang bahkan tdk cukup satu dua hari hanya utk persiapan tiket dan penginapan saja. Kebetulan travelling saya dan keluarga kali ini hanya ke thailand yg anggota asean sehingga saya tidak perlu mengurus visa.
Sepuluh hari sebelum keberangkatan, saya mulai searching tiket. Kalau hanya sekedar booking tiket, tentu gampang sekali. Klik traveloka, klik jakarta bangkok, klik tanggal dan klik jam, tiketpun sdh di tangan. Sesederhana itu.
Tapi apakah tetap sesederhana itu jika dg klik pertama menghasilkan harga tiket pp utk enam orang (ayah ibu dan empat anak) senilai 40 jt sedangkan jika melakukan optimasi cukup dg 18 jt saja? Tentu saja kita memilih optimasi bukan. Nah, justru di sinilah perjuangannya, bagaimana bisa mendapatkan harga tiket pada tingkat optimasi terbaik. Proses inilah yang tdk cukup dilakukan dalam satu dua hari saja. Saya sampai perlu membuat tabel berbagai simulasi utk mendapatkan tingkat optimasi terbaik.
Pertama yang saya lakukan adalah membuat itinerary travelling. Awalnya dibuat 6 malam 7 hari dg rute jakarta, phuket, bangkok, pattaya, bangkok, jakarta.
Ternyata travelling dg rute tsb membutuhkan dana utk tiket, penginapan, makan dan transportasi lokal yang jauh melebihi budget saya. Oleh karena itu saya coba hilangkan phuket sehingga tinggallah jakarta-bangkok-pattaya-bangkok-jakarta dan sekalian memangkas waktunya menjadi 5 malam 6 hari saja. Dari perhitungan kasar, kelihatannya bisa masuk budget.
Kemudian saya membuat tabel dg 20 pilihan tanggal yg masing2 tanggal menyediakan belasan jadual jam. Setelah itu barulah dilakukan optimasi.
Ternyata harga tiket mahal sekali sampai akhir juni. Tiket berangkat antara 1,9jt sd 2,9 jt utk harga termurah pada masing2 tanggal. Contohnya harga tiket termurah tgl 28 juni adalah 2,9jt sedangkan termurah tgl 30 juni adalah 1,9jt. Sementara pada bulan juli harga tiket termurah adalah 1,2 jt sd 1,5 jt. Begitu juga harga tiket pulang. Dengan pola seperti di atas, tiket termurah kepulangan antara 29 juni sd 3 juli adalah 3,6jt sd 5jt. Contohnya tiket termurah tgl 2 juli adalah 5jt sedangkan termurah tgl 30 juni adalah 3,6jt. Tiket pulang baru menjadi lebih murah setelah tgl 5 juli yakni 2,3jt sd 2,8jt.
Dengan data di atas, tentu saja saya memutuskan berangkat awal juli. Apakah dengan demikian saya tinggal beli tiket berangkat tgl 1 juli dan tiket pulang tgl 8 juli?
Sekilas begitulah keputusannya. Saya sdh melakukan optimasi. Tapi itu belum optimasi terbaik. Kenapa? Karena kita masih bisa melakukan optimasi lebih lanjut dg mencoba lagi beberapa varian. Varian tersebut adalah membeli tiket jakarta-bangkok atau jakarta-singapura-bangkok. Lalu bangkok-jakarta atau bangkok-singapura-jakarta. Ternyata utk berangkat lebih murah rute jakarta- bangkok sedangkan pulangnya lebih murah rute bangkok-singapura-jakarta. Bedanya bisa sampai 2jt.
Tapi masih timbul masalah lain. Harga tiket sering sekali berubah. Cek di pagi hari, siangnya sdh berubah. Cek di sore hari, malamnya sdh berubah lagi. Jadi saat sdh konfirm mau booking terpaksa dicancel lagi krn harga naik sehingga tdk sesuai budget. Terpaksalah searching lagi perubahan hari dan jam agar harga tiket masih masuk dalam budget. Kadang kita beruntung, pagi hari tertulis 1,3jt, siangnya ada pilihan 900rb. Begitu dapat 900rb, tentu saja saya cepat2 booking dengan segera krn penghematan tiket 400rb berarti penghematan total 6x400rb=2,4jt krn kami berenam. Penghematan 2,4jt adalah penghematan yg sangat signifikan untuk ukuran back packer.
3. Tapi apakah yg terjadi? Setelah saya klik konfirm muncul notifikasi bahwa ada up date data dari maskapai bahwa harga berubah dari 900rb menjadi 1,3jt. Wah, ini sama saja dg memberi harapan palsu, krn sama saja dg 1,3jt. Akhirnya saya tunda lagi booking tiket.
Sore atau malamnya saya cek harga termurah masih 1,3jt. Akhirnya saya putuskan utk ambil saja, khawatir harga naik lagi. Yg penting masih dalam budget, demikian pertimbangan saya.
Sayapun melanjutkan proses sampai pada step konfirmasi pembelian. Eh, muncul lagi notifikasi bahwa ada up date data dari maskapai bahwa harga menjadi 1,5jt. Wah, ini sih mempermainkan saya namanya. Sayapun meradang krn berarti ini kenaikan 200rb atau total menjadi 1,2jt kenaikan shg melebihi budget saya. Tapi mau meradang ke siapa, toh ini sudah sistem. Akhirnya saya cancel saja, besok lanjutkan lagi.
Esok hari saya cek lagi. Harga masih sama 1,3jt. Saya proses lagi seperti kemarin. Alhamdulillah tdk ada notifikasi up date data dari maskapai. Sampai proses pembayaran, harga tetap 1,3jt. Dg mengucapkan bismillah sayapun memasukkan nomor kartu kredit dan terdebetlah 7,8jt dari kartu saya. Selesailah proses tiket pergi dg rute jakarta-bangkok, satu tiket direct tanpa transit. Berangkat tgl 1 juli jam 07.05 dari jakarta.
Selanjutnya saya memproses tiket pulang. Dari simulasi saya, lebih murah jika saya beli dua tiket bangkok-singapura dan singapura-jakarta daripada beli satu tiket bangkok-jakarta. Selisih totalnya sampai 1,2jt.
Singkat cerita, kejadian yg sama terulang lagi. Harga tiket berubah2. Awalnya sesuai budget, tahu2 ada update data sehingga melebihi budget. Pernah dapat juga tiket murah di bawah budget, pas dieksekusi, kembali dapat notifikasi melebihi budget. Sungguh mengesalkan. Proses ini makan waktu sehari lagi. Mana prosesnya harus manual dalam memasukkan data. Begitu satu tiket dicancel, saya harus mengetik ulang nama anggota keluarga satu per satu berikut tgl lahir dan nomor paspornya. Bayangkan, setiap cancel harus mengetik ulang 6 nama, 6 tgl lahir dan 6 nomor paspor. Harus punya banyak stok kesabaran demi mendapatkan tiket yg sesuai dg budget.
Demikianlah, singkat cerita setelah mencoba berbagai simulasi rute dan jam keberangkatan, ternyata rute bangkok-jakarta yg lebih murah. Padahal awalnya yg lebih murah adalah bangkok-singapura-jakarta. Ini terjadi gara2 harga tiket yang terus berubah2 dengan sesukanya.
Walau lebih murah, tapi hasil akhir tetap melebihi budget saya sedikit. Apa boleh buat, daripada nanti tambah mahal lagi kalau ditunda lagi, akhirnya saya ambil juga. Namun demikian masih masih ada lagi kabar menyedihkan lainnya. Walau saya beli satu tiket bangkok-jakarta, tapi tetap saja harus transit dulu di kuala lumpur. Dan transitnya tidak tanggung2, lamanya adalah 8 jam transit. Tapi mau bagaimana lagi. Lagi pula ini memang sudah menjadi pengetahuan umum kaum back packer. Semakin murah tiket, semakin tdk nyaman di perjalanannya. Ketidaknyamanan tersebut meliputi jadual yg tdk lazim, misalnya berangkat atau kedatangan jam 1 pagi. Waktu transit yang tidak lazim, misalnya 8 jam menunggu di bandara. Rute transit yg tdk lazim, misalnya mau ke dubai, tapi mutar dulu ke manila. Namun inilah konsekuensi jika nekat mau backpackeran. Mau travelling tapi budget cekak. Ceritanya bukan orang kaya tapi maunya travelling. Tapi apapun itu, yang penting bisa travelling.
4. Cerita di atas baru bicara tentang proses tiket pesawat. Krn hanya ke thailand, saya tidak perlu mengurus visa seperti sdh disebutkan sebelumnya, jadi hanya perlu menyiapkan tempat menginap saja. Proses persiapan tentu menjadi lebih panjang lagi jika harus mengurus visa.
Sama seperti memilih tiket, saya juga harus mencari penginapan yg paling murah. Dalam hal ini saya harus berterimakasih kepada booking.com yg telah menyediakan info lengkap berbagai penginapan, dari kelas teri sampai hotel bintang sembilan kalau ada. Fitur yg saya pilih tentu saja fitur yg mengurutkan pilihan dari yg termurah sampai yg termahal.
Penginapan paling murah adalah kamar yg diisi 4 sampai 12 orang. Karena kami berenam sekeluarga, maka saya langsung cari satu kamar utk 6 orang. Harganya relatif masih terjangkau yakni 800rb/malam utk 6 orang. Sebenarnya masih ada yg lebih murah lagi, tapi rasanya yg ini sdh cukup make senselah.
Kriteria saya dalam mencari penginapan ada tiga. Pertama harga harus murah. Kedua, sebisa mungkin tidak mensyaratkan kartu kredit utk booking. Ketiga adalah berada di lokasi strategis.
Tentu saja ketiga syarat ini sangat berat untuk tercapai semuanya, bahkan paradoksal. Masa minta harga murah tapi maunya di lokasi strategis. Kan berat.
Saya jadi ingat saat merencanakan travelling backpacker ke eropa 2 thn yang lalu (sdh dibukukan dg judul saya tidak jadi ke bratislava, catatan perjalanan backpacker ke 10 negara di eropa. Saat ini sudah tersedia di toko buku gramedia. Maaf sekalian promosi 🙂 ). Saat itu saya hanya peduli dg harga murah dan booking tanpa kartu kredit. Adapun lokasi tdk menjadi bahan pertimbangan karena saya juga tdk tahu di mana saja lokasi strategis tsb. Tapi memang sulit kalau bicara eropa. Yang paling murah di sana, tetap saja sangat mahal bagi ukuran kantong saya. Selain itu hampir semua penginapan mensyaratkan kartu kredit. Karena tdk ada pilihan lain, terpaksalah saya lakoni juga.
Beda dengan bangkok ini. Walau mencari penginapan termurah di bangkok, tapi saya masih mencoba juga mencari lokasi yg strategis. Karena sdh dua kali ke bangkok, saya bisa menilai bahwa lokasi di sekitar pratunam market adalah lokasi yg cukup strategis. Jadi sayapun mencari penginapan di sekitar area ini. Dan alhamdulillah kali ini saya beruntung. Saya dapat kamar yg cukup murah, bisa booking tanpa kartu kredit dan lokasinya dekat pratunam market. Masih ada lagi bonus tambahan, lokasinya ternyata dekat sekali dg stasiun lrt bangkok.
Tapi ada tapinya lagi. Di booking.com disebutkan bahwa bisa booking tanpa kartu kredit. Tapi sehari kemudian saya dapat email dari penginapan yg minta deposit 15% dan dibayar pakai aplikasi paypal. Kalau tidak pesanan saya akan dibatalkan. Waduh, ini apa lagi. Saya pernah dengar paypal, tapi tidak tahu apa itu paypal. Saya searching di google, ternyata itu sistem pembayaran on line yg katanya paling secure. Kita harus buka akun dulu di paypal dan bla bla selanjutnya. Saya coba register, dia minta user name, lalu password, minimum sekian karakter, harus ada kombinasi huruf dan angka dan karakter khusus. Baru baca syarat password saja, saya sdh malas duluan. Kebanyakan password, malah saya jadi pada lupa. Semua minta password. Email, fb, pin atm, kartu kredit, market place, aplikasi, semua minta password. Akhirnya saya close saja, tdk jadi buka akun paypal. Saya akan go show saja tgl 1 juli di penginapan tsb. Toh saya sdh booking. Jika masih ada kamar kosong, masa saya akan ditolak. Kan dia butuh customer. Atau paling buruk kalau masih ditolak juga, masih banyak penginapan lain di bangkok. Nanti saya pesan on line dari bangkok juga, setelah itu langsung go show dan bayar di tempat.
5. Ternyata urusan penginapan ini masih panjang ceritanya. Dua belas jam sebelum keberangkatan, tiba2 saya dapat pikiran utk membalas email pihak penginapan yg meminta deposit 15% dg pembayaran pakai paypal. Saya kirim email menyatakan bahwa saya pasti akan datang dan akan membayar semua biaya by cash. Eh, pihak penginapan langsung membalas email saya. Tapi sebelumnya perlu saya sampaikan dulu bahwa saya booking utk 6 orang dalam satu kamar dengan 6 bed. Waktunya juga terpisah yakni 1 juli dan 3-5 juli. Ada gap sehari karena tgl 2 juli kami akan menginap di pattaya. Nah, dalam email balasannya pihak hostel mengatakan bahwa karena saya tidak menyelesaikan reservasi sampai tuntas (baca tidak membayar deposit 15%), maka utk cek in tgl 1 juli tidak tersedia lagi kuota utk 6 orang dalam satu kamar dengan 6 bed. Kami harus terpisah yakni 4 orang dalam satu kamar 4 bed dan 2 orang dalam satu kamar 6 bed. Yang terakhir ini tentu saja campur sekamar dengan orang lain. Tapi masih ada untungnya yakni utk masa menginap 3-5 juli masih tersedia kuota utk 6 orang dalam satu kamar dengan 6 bed. Pihak hostel minta konfirmasi, apakah saya konfirm dengan kondisi ini. Namanya tidak ada pilihan lain, tentu saja saya reply dg menjawab ya. Nanti biar saya dengan anak lanang yg tidur di satu kamar 6 bed dan campur dengan orang lain. Jadi uminya dan anak wedok bisa tetap sekamar berempat eksklusif.
Saya tidak sedih dengan kondisi ini. Namanya juga backpacker, tentu saja harus siap dengan hal2 semacam ini. Kalau mau nyaman ya jangan nginap di hostel, tapi langsung saja di hotel bintang lima.
Tapi untunglah kemudian ada juga jalan keluarnya. Kami minta saja esktra bed di satu kamar 4 bed. Jadilah akhirnya kami tetap bisa bersatu dalam satu kamar. Gagal deh upaya pemecahbelahan keluarga kami.
Namun demikian ada hal yg menarik dan unik di hostel ini. Selama masih di lobby hostel, pengunjung masih memakai sepatu sendiri yg sdh menginjak apa saja di luaran. Tapi begitu meninggalkan lobi dan beralih ke area kamar di lantai dua dan seterusnya maka tamu wajib melepas sepatu dan mengganti dg sendal hostel. Karena itu seluruh lantai hostel dan kamar jadi area steril dan bersih. Dan saya suka.