Traveling Thailand, no 11 sd 15

11. Apalagi yg bisa diceritakan dari bangkok? Kali ini tentang grab. Di jakarta kendaraan yg paling umum dipakai sebagai grab adalah jenis mpv seperti avanza dan teman2 sebangsanya. Tapi di bangkok ini, saya sdh dua kali pakai grab dan dua2nya pakai sedan vios. Padahal tadinya saya berasumsi mereka juga pakai avanza. Bukan masalah apa2, masalahnya kami berenam, jadi paslah pakai avanza. Tapi karena pakai toyota vios, terpaksalah masuk seperti sarden. Di depan satu dan di belakang 5 orang berdesakan. Kasihan sekali ya.
Mumpung bicara grab, sekalian kita bicara transportasi di bangkok. Ada bus kota dan taksi tentu saja. Lalu ada sky train, semacam lrt kalau di kuala lumpur. Kami sudah mencobanya dari stasiun n2 phaya thai ke n7 ekkamai seperti cerita saya kemarin. Di dalamnya nyaman sekali. ACnya dingin dan ada tv juga. Ongkosnya 45 baht utk jarak 5 stasiun.
Moda lain yg menarik utk diceritakan adalah ojek dan tuk tuk tentu saja. Ojek kelihatannya termasuk bagian dari transportasi publik resmi. Soalnya saya lihat mereka pakai rompi safety dan tanda pengenal. Sama seperti di kita, mereka juga mangkal di berbagai perempatan jalan dan lokasi strategis lainnya.
Tuk tuk, semua orang sdh tahu bahwa itu khas thailand. Mirip dengan bajaj, tapi bisa muat lebih banyak. Nah, terkait tuk tuk ini, saya mendapatkan fakta baru. Selama ini saya pikir tuk tuk hanya bisa membawa paling banyak tiga orang saja. Tapi faktanya ternyata tuk tuk bisa mengangkut 6 orang sekaligus. Awalnya saya tidak percaya saat tukang tuk tuk menyuruh kami 6 orang naik semuanya. Seperempat percaya dan sepenuh keraguan, kamipun naik satu demi satu. Dan sungguh ajaib, ternyata tuk tuk muat untuk 6 orang. Menurut saya ini bisa menjadi keajaiban dunia yang ke delapan saking amazingnya. Dan tentu saja bagi saya ini fakta yang sangat menyenangkan. Budget naik tuk tuk jadi turun jadi setengahnya saja. Seharusnya kami 6 orang memakai dua tuk tuk, eh ini cukup dengan satu saja.
Kemudian tentang bangkok yang macet. Apakah masih menarik utk diceritakan? Mmmm, mungkin cukup lihat gambar traffic di bawah ini saja ya. Itu diambil jam 20 malam.
Terus apa lagi yang menyolok di bangkok? Kebersihannya. Jalan-jalan raya  di bangkok bersih sekali. Tidak ada sampah, sisa daun dan sebagainya. Di terminal bus juga bersih. Tidak ada orang yg membuang sampah sembarangan. Di bandara juga bersih. Ya jelaslah, masa ada bandara kotor.
Bagaimana dengan kuliner? Semua orang tentu tahu tentang betapa enak dan segarnya tomyam. Tapi itu sudah mainstream. Bagi saya yang unik adalah mango with sticky rice, mangga dengan beras ketan. Aneh saja makan mangga kok pakai ketan. Tapi setelah dicicipi, lha kok enak sekali. Kata anak2, ketannya saja sdh enak tanpa mangga.
Saya sendiri juga heran. Kenapa ketannya terasa lebih enak dibanding ketan di negeri kita. Begitu juga mangganya, kok lebih enak juga. Manis, tapi tidak seperti manisnya mangga di tempat kita.
Makan mangga dg ketan ini mungkin sama dengan fenomena makan durian dengan ketan. Saya baru akhir2 ini saja tahu bahwa ternyata makan durian dengan ketan itu adalah aneh bagi bukan orang padang. Selama ini saya pikir semua orang makan durian dengan ketan, tapi ternyata bagi orang jawa justru aneh sekali. Jadi kalau diibaratkan makan mangga dengan ketan ini, maka org thailand adalah orang padangnya dan saya adalah orang jawanya yg merasa aneh.
Sebagai orang yg bukan ahli kuliner, saya memang cukup heran dan rasa buah2an di sini. Saya beli nanas, rasa manisnya enak sekali sampai beli berkali2. Lalu nyoba jambu guava, enak juga. Air kelapa muda, suwer, air kelapanya bukan main enaknya. Daging kelapanya? Lagi2 luar biasa enak. Jadi yang namanya kelapa muda, nanas, jambu guava dan mango with sticky rice saya beli berkali-kali dalam sehari. Sampai sekarang saya masih terheran2, kenapa kok buah tropis thailand enak sekali rasanya.
12. Pada setiap perjalanan secara back packer tentu saja saya berharap semuanya lancar2 saja. Tapi namanya back packer selalu ada saja kemungkinan mendapat rintangan dan kesulitan. Saya hanya berharap bukan berupa masalah besar, apalagi musibah.
Hari ini kebetulan saya dapat pengalaman unik lagi. Mudah2an ini tdk termasuk masalah besar apalagi musibah. Ceritanya jadual hari ini adalah mengunjungi grand palace. Anak saya coba pesan grab utk menuju ke sana, tapi tdk ada yang nyangkut. Saya ingat bahwa sebagian teman menyarankan utk sewa tuk tuk saja seharian. Istri saya juga berpendapat sama karena dulu dia juga sewa tuk tuk seharian untuk mengantar ke mana saja.
Karena menunggu tuk tuk di pinggir jalan terlalu lama, saya mendatangi pangkalan tuk tuk yg tidak jauh dari hostel. Saya berniat sewa dua buah tuk tuk, masing2 diisi tiga orang. Tuk tuk pertama yg saya temui langsung menawarkan keliling semua destinasi wisata bangkok hanya dengan 100 baht saja.  Lha kok murah banget. Langsung saya iyakan dan kami mengambil dua tuk tuk dengan tujuan pertama grand palace. Setelah duduk, sopir tuk tuk menawarkan utk mengunjungi toko madu dulu. Saya tolak karena saya tdk berminat dg segala jenis madu (jangan salah mengartikan, maksudnya saya tdk berminat dg madu dalam arti sebenarnya yakni madu lebah). Tapi dia terus mendesak dan menunjukkan kertas yg di laminating dg tulisan bahasa inggris yg kalau diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut. Mohon penumpang dapat singgah di toko madu walau tidak membeli karena sopir tuk tuk akan dapat bensin 5 liter dari rumah madu jika membawa penumpangnya ke sana.
Wah, ini pasti modus nih. Pantesan dia hanya minta pembayaran 100 baht saja atau setara 40 ribu rupiah. Saya jadi ingat dg pengalaman saya waktu ke bangkok dulu. Sopir tuk tuk menunjukkan kertas dg tulisan, jika sopir tuk tuk bisa membawa penumpang ke toko perhiasan maka dia akan dapat bensin 5 liter. Waktu itu saya sendirian dan tidak  diburu2 waktu. Jadi saya oke saja membantu dia utk mendapatkan bensin 5 liter.
Saya diturunkan di depan toko perhiasan yg menjual mutiara, intan, mas dan segala macam jenis perhiasan. Saya masuk dan disambut dg ramahnya oleh pelayan toko sambil menanyakan mau mencari apa. Saya jawab tidak mencari apa2, hanya lihat2 saja. Tidak disangka si pelayan malah marah dan saya diusir keluar. Sopir tuk tuk heran, kenapa saya cepat sekali. Saya bilang saya diusir karena tdk membeli apa2. Akhirnya sopir tuk tuk terpaksa mengantar saya sampai tujuan. Tentu saja dia tdk dapat bensin sama sekali.
Nah, sekarang modus inilah yg akan terulang lagi. Saya bilang ke istri ini modus. Tp kata istri gak apa2, kita coba saja. Jadilah kita mampir dulu ke toko madu. Di sana kami disambut ramah dan pelayan toko menerangkan segala jenis madu ke istri. Akhirnya istri membeli juga satu produk seharga 90 baht. Nah kan terjebak juga saya bilang. Gak kata istri. Ini memang dibutuhkan. Ya sudahlah kalau memang dibutuhkan kata saya walau dalam hati tetap tdk yakin.
Kami kembali ke tuk tuk dan saya minta sekarang langsung ke grand palace. Eh, tak dinyana, sekarang sopir tuk tuk malah menawarkan ke lokasi perahu pesiar di chao praya. Saya menolak krn mau langsung ke grand palace. Tapi dia maunya ke kapal dulu baru ke grand palace. Saya ngotot tetap tdk mau. Akhirnya dia menyuruh kami naik. Saya menegaskan lagi agar langsung ke grand palace. Lalu tuk tuk distarter dan perjalananpun dilanjutkan. Sekian lama kemudian istri menyenggol saya dan bilang kok kelihatannya ini mengarah kembali ke hostel. Saya lihat jalan, ternyata benar, kami sudah dekat ke hostel. Dan benar saja, kami sampai kembali ke pangkalan tuk tuk di tempat semula. Sudah jelas saya kesal sekali. Tapi mau bilang apa lagi. Saya turun tanpa bicara apa2 dan sopir itupun langsung pergi tanpa bicara apa2 juga. Kedua pihak sama2 marah. Saya marah karena waktu terbuang percuma selama 1 jam. Si sopir marah karena dia buang2 bensin mengantar saya. Saya sendiri tidak tahu apakah kedua sopir tuk tuk iti dapat bensin gratis 5 liter. Soalnya istri hanya belanja seharga 90 baht (36 ribu) sedangkan tuk tuk kedua yang mengangkut anak2 tentu saja tdk belanja apa2 di sana.
Sebenarnya di tengah perjalanan saya akan menawarkan solusi. Tdk usah mampir ke toko madu dan boat pesiar hanya utk mendapatkan bensin gratis 5 liter. Saya sdh berniat rela mengganti bensin 5 liter itu. Paling nilainya hanya 50.000 jika 1 liter bensin seharga 10rb. Karena itu saya menanyan ke dia berapa harga 5 liter bensin. Tapi jawaban dia membuat saya kesal. Katanya 500 baht. Artinya 100 baht per liter. Mana mungkinlah harga bensin 100 baht atau 40 ribu per liter. Karena itu saya tidak jadi menawarkan solusi mengganti 5 liter bensin itu. Dan akhirnya terjadilah apa yang saya ceritakan di atas.
13. Setelah kisah modus sopir tuk tuk pangkalan tersebut, selanjutnya saya bertemu tuk tuk lain yg sedang ngetem. Saya tanya berapa harga sewa sehari penuh. Supaya tdk ada kesalahpahaman lagi, dari awal saya sampaikan bahwa saya ingin menyewa dan tidak mau diajak mampir2 dulu. Dia oke dan minta harga sewa 200 baht per jam. Wah, ini mah mahal sekali. Tidak masuk dalam budget saya.
Dari dua pengalaman ini, mungkin baiknya saya tidak usah sewa, tapi tanya harga per perjalanan saja. Oleh karena itu pada tuk tuk yang ketiga saya hanya menanyakan berapa ongkos ke grand palace. Dia bilang 2oo baht. Saya bilang kami berenam sehingga butuh dua tuk tuk. Tidak perlu katanya, 6 orang juga muat. Hah, yang benar saja, masa bisa muat 6 orang. Selama ini saya pikir maksimum hanya 3 orang saja. Tapi dia terus meyakinkan saya dan menyuruh kami naik. Dan benar saja, ternyata muat 6 orang.
Ini sudah saya ceritakan dalam cerita saya terdahulu yg saya sebut sebagai keajaiban dunia nomor 8 yakni tuk tuk ternyata bisa membawa muatan 6 orang.
Sesampai grand palace, kami langsung mencari pintu masuk. Di sana ada petugas tentara yang menjaga. Setiap orang masuk dengan mengangkat paspor di atas kepala krn ada kamera di atas pintu gerbang yg akan mengambil gambar kita beserta paspor.
Kami sudah melewati penjagaan semuanya ketika saya sadari bahwa nadiyya masih tertahan di luar. Ternyata dia tdk membawa paspornya. Paspornya ketinggalan di hostel gara2 semalam sibuk mengurus penjualan on line. Dia bilang mau jualan produk souvenir thailand secara on line. Dalam proses itu dibutuhkan paspor sehingga dia mengambil paspornya dari kantong paspor (semua paspor saya simpan di kantong tsb supaya tdk ada yg hilang/tercecer). Ternyata kemudian dia lupa menyimpan di kantong lagi.
Dengan muka memelas dan setengah berlinang air mata dia bilang ke tentara yg memeriksa, my paspor left in hostel. Please, may ì go in. Your famìly?, sì petugas bertanya sambil menunjuk ke arah kami yg sdh berada di dalam. Nadiyya mengangguk dan iapun diperbolehkan masuk. Sesampai di dalam kakaknya menggodain, tuh nangis tuh. Akhirnya air matanyapun benar2 jatuh.
Walau thai negara bebas, tapi khusus masuk grand palace dan berbagai wat, semua pengunjung diwajibkan memakai pakain sopan. Bahkan di hostel dipajang contoh pakaian yg tidak boleh dan yg boleh dikenakan saat masuk grand palace. Tahu sendirikan pakaian turis bule seperti apa. Artinya mereka tdk akan diijinkan masuk. Terus bagaimana? Ternyata ini bisa jadi bisnis tersendiri. Ada kios di seberang grand palace yg menawarkan rental baju utk bisa masuk. Ada juga yang dari awal sdh mengantongi kain di tasnya. Pas mau masuk, kain diselempangkan di badan dan disarungkan di kaki.
Dari grand palace setelah melewati wat pho tempat sleeping budha bersemayam, kami mau menuju ke wat arun di seberang chao praya. Di pinggir sungai ada kios2 yg menjual cendera mata dan kios buah yg menyediakan mango with sticky rice. Kami segera menyerbunya dan menikmati makan mangga dengan ketan, nanas, semangka dan kelapa muda. Sambil makan, saya tanya ke nadiyya, berapa harga tiket menyeberang. Katanya 350 baht. Waduh, mahal sekali. Kalau dikali 6 orang jadi berapa tuh. Kalau gitu kita tdk usah ke sana, lihat dari sini saja.
Iseng2 saya mendekati loket tiket utk melihat2. Tertulis tiket 3.50 baht. Saya perhatikan orang lain bayar berapa, ternyata benar bayar 3.50 baht. Yaaah nadiyya hanan izzati, itu 3.50 baht, bukan 350 baht. Rupanya dia tdk familiar dg koma2 karena selama ini kalau belanja selalu tanpa koma, 10, 20, 50, 100, 150 baht dll, pokoknya tanpa koma. Jadi dia pikir itu adalah 350 baht.
Naik perahu menyeberangi sungai chao praya yang lebar itu tentu saja memberikan sensasi tersendiri. Berbagai perahu dan boat bermacam ukuran melintas mondar mandir. Bangunan2 sepanjang pinggir sungai dan gedung2 pencakar langit agak di kejauhan menjadi back ground yang memanjakan mata. Secara suasana ini sama dan mengingatkan saya  saat menyusuri sungai seine di paris dan sungai danube di budapest. Adapun sungai vltava di praha hanya saya nikmati dari atas jembatan charles bridge yg menjadi icon praha itu.
Selama di thailand, sholat zuhur dan ashar masih sempat kami lakukan di hostel. Tapi kali ini tdk akan sempat karena kami akan pulang malam karena akan ke night market khao san road dulu. Jadi kami putuskan sholat di wat arun saja. Kebetulan ada semacam tempat duduk2 yg bersih di sana sehingga bisa digunakan. Kata shafa yang tdk sholat krn berhalangan, ada turis yg memfoto kami saat sholat tadi.
Bicara soal sholat, saya pernah sholat di emperan stasiun kereta di jerman. Walau sdh mencari lokasi yg jarang dilewati orang, tapi ada juga orang yg lewat. Saat sholat sekilas terdengar orang lewat sambil berkata ke temannya, itu ada orang yahudi sedang beribadah. Soalnya saya mendengar kata2 pray dan jew.
 Di wat arun ada momen biksu yg sedang memberkati turis. Biksu itu memercikkan air dg sapu kecil ke kepala turis. Turisnya sendiri menunduk sambil berlutut dg khidmat.
Sementara itu cuaca mulai mendung. Kami balik lagi ke tha tian, tempat penyeberangan pertama. Tidak lama setelah menyeberang, hujanpun turun dg derasnya. Kami berteduh di tempat tunggu di depan kios buah tadi. Sambil menunggu hujan reda, kami kembali menikmati mango with sticky rice. Hehehe, makan mangga dengan ketan yg tadinya terasa aneh malah sekarang menimbulkan addictive. Pingin makan lagi dan makan lagi.
14. Cerita menarik lainnya adalah kísah kamí saat mau berkunjung ke asíatíque. Krn waktu yg bagus utk berkunjung adalah sore sampaí malam hari, maka kami akan mampir ke siam center dulu. Kira2 siam center íní sama sepertí orchard roadnya sìngapura. Dari pratunam kamí mau naík bus saja karena hanya sejarak dua kalí lampu merah saja. Tapí krn sepanjang jalan ratchadamrì banyak toko2 yg bisa dílihat, akhirnya kamí memutuskan jalan kakí saja.
Pada setengah perjalanan kami melewati sebuah jembatan. Di bawahnya ada perahu yang tertambat dan ada yg lalu lalang juga. Sayapun turun ke bawah utk nanya2. Katanya ada tur sungaí menyusurì sungaì darí pratunam sampaí khao san road. Ongkosnya 200 baht selama 1 jam pp. Saya menawar, bgmn kalau saya ambìl one way saja dan bayar 100 baht. Awalnya día keberatan namun akhírnya mengíyakan. Tapi sebelum belì tìket saya melíhat ada perahu laìn dí belakangnya. Saya tanya apakah ítu milik dia juga, katanya bukan. Lalu saya tanya langsung ke perahu dì belakang ítu berapa harga tíketnya. Ternyata hanya 10 baht. Lha, kok beda banget. Olala, ternyata perahu pertama adalah untuk turis menyusurí sungaí sedangkan perahu kedua memang alat transportasí air. Katakanlah bus kotanya, tapi via sungaí. Sudah tentu saya memílìh yg kedua seraya bersyukur sekali atas kekepoan tadí, serba ingìn tahu. Jadí ternyata kepo ítu sangat bermanfaat. Tadínya harus bayar 100 baht, sekarang cukup 10 baht saja. Syukùuùur banget.
Perjalanan dari pratunam sampaí panta sesuaí rute perahu tersebut sungguh sangat eksotík. Perahunya dígas pol kencang menyibak sungaí sampaí air dí kírí kanan bercipratan ke mana2. Penumpang lalu menarík semacam gorden plastík dí tepí perahu utk melíndungí dírí darí air.
Sesampai di panta kami turun, tapi naik lagi utk balik ke pratunam. Melanjutkan perjalanan ke siam center dari pratunam. Di tengah perjalanan, fathan bilang tdk usah sampai ke pratunam. Kita turun di siam saja karena ada dermaga perahu di siam. Ternyata walau diam2 saja, fathan lihat peta jalur perahu dan menganalisa rute yg dilewati. Dia lihat perahu itu melewati siam dalam perjalanannya. Wah, ini ide yg brilian sekali. Kami tdk perlu lagi jalan kaki ke siam. Untung dobel. Sudah dapat pengalaman naik perahu, eh malah langsung sampai siam lagi.
Utk make sure, saya menanyakan ke penumpang terdekat, seorang ibu2. Apa betul di depan ada siam. Awalnya di tidak mengerti saya sebut siam berkali2. Barulah saat kelima atau ke enam kalinya dia mengerti. O siyaam katanya. Betul, di depan adalah siyaam. Saya jadi tahu, ternyata walau kita sdh menyebut siam, tapi kalau panjang pendek dan iramanya tdk benar, penduduk lokal tdk akan mengerti. Saya hanya menyebut siam, seharusnya siyaam dengan alif dua harakat dan mim secara ikhfa (samar). Sedangkan saya pakai alif satu harakat dg mim izhar (jelas). Gak nyangka, ternyata perlu ilmu tajwid juga dalam pengucapan bahasa thailand.  Jangan2 pengucapan saya untuk kata bangkok selama ini juga salah. Seharusnya idghom bighunnah dengan dengung dua harakat karena nun bertemu kaf.
15. Dalam setiap travelling selalu saja ada pengalaman baru yang didapatkan bahkan untuk hal2 yang kita sudah sangat biasa melakukannya. Contohnya saja pembelian tiket dan pembatasan bagasi. Seharusnya itu sudah sangat rutin sehingga tidak mungkin lagi ada hal2 baru yang akan saya alami. Tapi nyatanya masih saja ada hal baru yg saya temui soal tiket ini. Dan sayangnya hal baru tersebut termasuk pengalaman pahit yg perlu dijadikan pelajaran untuk masa mendatang.
Pertama tentang tiket. Seperti cerita saya sebelum ini, saya melakukan optimasi tiket dengan membuat berbagai simulasi, meliputi tgl, jam dan rute. Waktu itu optimasi terbaik keberangkatan adalah tgl 1 juli jam 07.05 dg rute langsung jakarta-bangkok. Adapun optimasi terbaik kepulangan adalah 6 juli jam 15.15 dg penerbangan transit bangkok-kuala lumpur-jakarta. Jadi saat pembelian tiket saya memilih rute terakhir ini dengan sekali pembelian tiket.
Dalam bayangan saya, berangkat dari bangkok, barang masuk bagasi dan sebagian lagi masuk kabin. Sesampai di kuala lumpur turun dengan membawa barang2 kabin dan saya tinggal pindah ke penerbangan berikutnya.
Tetapi nyatanya bukan itu yg terjadi. Sesampai di kuala lumpur saya melapor ke desk transit. Petugas mengatakan bahwa saya harus cek in lagi. Harus keluar dulu melewati imigrasi malaysia, harus ambil dulu barang2 bagasi. Kemudian proses cek in lagi dari awal seolah2 kita baru saja sampai di bandara. Kenapa kok jadi rumit begini. Ternyata menurut petugas tiket saya bukanlah tiket conneting. Tiket saya adalah dua tiket terpisah yg tidak ada hubungannya, apalagi hubungan saudara dan sanak famili. Kalau tiket saya tiket connecting maka bayangan saya tentang transit adalah benar.
Inilah pengalaman baru saya soal tiket. Ternyata ada istilah connecting dan tidak connecting. Jadi walau kita beli tiket pada saat yang sama, sudah sesuai dg paket yg ada di traveloka, proses dg klik ya sama, pembayaran secara serentak sekaligus tanpa dipisah2, ternyata itu semua tdk menjamin bahwa tiket yang kita beli adalah tiket connecting.
Pengalaman baru kedua adalah soal bagasi. Kita tahu bahwa di maskapai budget airline pembayaran bagasi terpisah dari tiket. Jika di maskapai normal setia tiket dapat jatah bagasi 15 kg, maka di budget airline, bagasi harus dibayar.
Utk penerbangan bangkok jakarta saya tidak membeli paket bagasi karena semua barang masuk kabin. Utk kepulangan bangkok jakarta, barulah saya membeli paket kabin 40kg sebagai antisipasi membengkaknya bawaan.
Saat packing di bangkok, home person sdh mengatur agar bagasi pas 40kg. Lainnya masuk kabin. Secara aturan, barang yang boleh masuk kabin hanya dua buah dg berat total 7kg. Tapi pengalaman selama ini 7kg selalu dilanggar dan toh oke-oke saja.
Begitulah, dg konsep seperti biasa itu maka bawaan kabin kami melebihi 7kg. Saat cek in di bangkok masih seperti biasa lolos2 saja.
Kali ini saya kena batunya di klia ini. Setelah cek in di counter, petugas air asia menghadang semua penumpang sesaat sebelum masuk imigrasi. Semua bawaan kabin tanpa ampun ditimbang semua. Jadi kenalah kami karena semuanya melebihi 7kg. Tidak ada jalan lain, terpaksa bayar kelebihan bagasi.
Karena waktu boarding sdh dekat, istri dan semua anak2 saya suruh masuk saja dulu. Biar saya sendiri yg mengurus kelebihan bagasi.
Di luar dugaan, ternyata mengurusnya tdk segampang yang saya kira. Tadinya saya pikir cukup datang ke counter, bayar dan beres. Tapi ternyata saya tdk diperkenankan lagi membeli bagasi krn sdh membeli 20kg dari awal. Harus atas nama keluarga yang lain dan orangnya harus hadir. Saya bilang bahwa yg lain sdh masuk semua. Tetap tidak bisa katanya atau saya akan dikenakan 50rm per kg. Dg bagasi 12kg lebih, artinya saya akan kena 2jt lebih. Waduh. Lalu saya minta izin coba panggil lagi dan titip bagasi. Gak boleh juga, bagasi harus ikut dibawa. Terpaksalah saya buru2 balik ke gerbang masuk sambil membawa satu bagasi, satu barang kabin dan satu ransel. Sesampai di sana diberi tahu bahwa penumpang yg sdh melewati imigrasi tdk boleh keluar lagi. Waduh. 
Saya buru2 lagi balik ke counter kelebihan bagasi sambil membawa lagi satu bagasi, satu barang kabin dan tas ransel. Saya sampaikan bahwa semua anggota keluarga sudah masuk semua dan tidak boleh keluar lagi.

Si petugas menyalahkan saya, kenapa masuknya tidak bareng2. Waduh bu, minta tolonglah, semua sdh telanjur,  waktu boarding juga sdh dekat. Akhirnya si ibu atau tepatnya si mbak karena umurnya masih seumur mbak2, luruh juga hatinya. Dia minta paspor dan boarding pas saya. Dia bilang akan didaftarkan dg nama anak dan saya dikenakan biaya 115 rm atau sekitar 350rb. Ya okelah daripada kena 2jt. Saya bilang tidak punya ringgit krn saya dari bangkok mau ke jakarta.  Apakah bisa  bayar pakai rupiah atau baht. Dia jawab gak bisa. Kalau pakai kartu kredit? Bisa katanya. Syukurlah. Untung saya selalu menyiapkan kartu kredit untuk menghadapi hal2 di luar dugaan seperti ini.
Yang saya agak merasa aneh saja, maskapai budget air line ini ternyata tdk sama kebijakannya di semua negara. Di jakarta dan bangkok bawaan kabin tidak ditimbang petugasnya. Tapi di kuala lumpur kok ditimbang.

Artikel Terkait