Backpacker Turki, 17 april – 2 mei 2019, no 1
1. Seperti biasa cerita backpacker kita mulai dari cara hemat yg dipilih. Yg pertama tentu saja tentang tiket pesawat. Jika utk ke banda aceh saja lebih murah melalui kuala lumpur maka apalagi ke turki. Karena itulah saya memilih kuala lumpur sebagai titik berangkat penerbangan ke istanbul dg transfer pesawat di doha.
Sebenarnya traveling kali ini adalah menemani istri mengikuti konferensi internasional al quds women di istanbul selama dua hari. Konferensi ini adalah wujud kepedulian internasional utk membantu perempuan2 al quds yg menjadi korban pendudukan israel. Kepedulian itu salah satunya adalah dg kampanye kita semua adalah maryam atau hepimiz meryemiz (turki), kulluna maryam (arab), we are all mary (inggris).
Kampanye we are all mary ini merujuk pada penderitaan maryam saat dihujat kaumnya saat melahirkan nabi isa. Sebagaimana saat ini semua perempuan al quds juga menderita dan tertindas di bawah pendudukan zionis israel.
Setelah mengikuti dua hari konferensi maka kami akan extent backpackeran 12 hari berikutnya utk mengeksplore turki. Sebelumnya saya juga sempat berpikiran utk sekalian ke sofia ibukota bulgaria karena bulgaria berbatasan langsung dg turki. Seperti biasa setiap saat membaca aturan pengurusan visa maka perut saya kembali mules saat membaca syarat2 pengurusan visa bulgaria. Singkat cerita saya tdk mengurusnya sehingga tdk punya visa bulgaria sehingga tdk akan bisa main ke sofia.
Sebenarnya sempat juga terlintas pikiran absurd saat itu. Nanti coba saja mampir ke konsulat bulgaria di istanbul lalu mengarang cerita di sana. Ceritakan saja saya sedang di istanbul lalu tiba2 ingin ke sofia. Soalnya sudah tanggung sekali utk ke sofia dari sini. Lalu ajukan permohonan bolehkah saya mendapatkan visa bulgaria di sini? Lalu petugasnya melihat paspor saya dan bicara ke atasannya. Setelah bercakap2 sebentar lalu mereka mengangguk dan paspor sayapun dicap dg visa bulgaria. Begitulah mimpi indah saya yg absurd itu.
Jadi sayapun bertanya pada orang turki panitia konferensi apakah mungkin saya ke konsulat bulgaria dan mengajukan visa di sana? Kata dia saya harus punya permanen residen turki kalau mau mengurus visa di konsulat bulgaria di istambul. Sebagai second opinion sayapun lalu bertanya pada orang indonesia yg sdh lama tinggal di turki. Katanya konsulat bulgaria tdk bisa memproses visa saya krn harus diurus di kedubes bulgaria di jakarta sesuai asal paspor saya. Akhirnya mimpi indah saya tentang visa bulgaria yg absurd itupun menguap begitu saja tanpa sempat dicoba dulu.
Saya iri juga dg orang malaysia. Walau sama2 melayu bahkan mungkin saya lebih melayu daripada melayu, tapi pemegang paspor malaysia dapat fasilitas bebas visa utk masuk bulgaria. Tapi memang jika kita bicara tentang kasta paspor sedunia maka paspor indonesia tergolong paspor kasta paria di dunia perpasporan. Kasta paling tinggi ditempati jepang dan singapura. Ada 180an negara yg memberikan bebas visa bagi pemegang paspor jepang dan singapura.
Sebagai paspor kasta paria kita bahkan kalah dari vietnam. Saat menghadiri training di jerman bertahun2 yg lalu, saya hanya dikasih visa pas sekali dg tanggal berakhirnya training. Sementara itu peserta dari vietnam yg menghadiri training yg sama malah dikasih visa 3 bulan. Benar2 sebuah perlakuan yg menyedihkan hati.
Kembali ke soal backpacker turki, sebenarnya saya sdh punya planning indah tersendiri. Saya membayangkan menjelajah turki, eropa timur, balkan, eropa tengah dan barat yg dimulai dari istanbul. Rute yg saya bayangkan adalah istanbul turki, bucharest rumania, sofia bulgaria, skopje macedonia, pristina kosovo, tirana albania, podgorica montenegro, belgrade serbia, sarajevo bosnia herzegovina, zagreb kroasia, ljubljana slovenia, swiss dan terus ke belanda. Terakhir tinggal di desa belanda selama 3-4 hari utk selanjutnya kembali berpulang ke indonesia.
Tapi waktu itu yg jadi pertanyaan adalah apakah saya bisa dapat visa schengen jika kita masuk schengen bukan dari negara schengen? Pertanyaan yg saya belum dapat jawabannya sampai skrg.