13. Musibah Milan Marathon

Backpacker italy, swiss dan balkan
13. Sesampai di tempat yang kering kami kembali memakai sepatu. Lalu dimulailah ritual itu lagi yakni menyeret koper di jalan rata, menggotong koper di jembatan menanjak, menyeret lagi, menggotong lagi dan demikian selanjutnya selang seling terus. Sangat terasa (bukan tidak terasa) kami sampai juga di piazzale roma. Lalu kami menuju people mover yg katanya adalah boat yg menuju ke tronchetto. Tapi ternyata info itu salah. People mover bukanlah boat melainkan kereta layang yg menghubungkan piazzale roma dg tronchetto.
Saya belum punya tiket krn kami memang datang go show. Di sana ada ticket office yg menjual macam2 tiket termasuk tiket flixbus. Harga tiket venesia milan 14 euro dan kami dapat schedule jam 12.55.
Perjalanan venesia-milan berjalan lancar. Pemandangan lahan pertanian sepanjang perjalanan menurut saya tidak begitu indah. Lebih indah pemandangan saat naik bus dari berlin ke amsterdam ataupun dari wina ke praha. Adapun perjalanan dg kereta yg menurut saya indah adalah dari budapest ke wina dan dari shin osaka ke tamba.
Eksplorasi milan baru bisa dimulai keesokan harinya. Spot yg akan dikunjungi hanya dua saja yakni katedral milan yg katanya bangunan gereja terbesar di dunia dan galeri vittoro emanuel II berupa pusat perbelanjaan dg arsitektural yg menarik dg atap transparan. Kebetulan saya bukanlah penggila bola apalagi penggila ac milan atau inter milan. Jadi saya tidak memasukkan stadion san siro sebagai salah satu tujuan kunjungan.
Kunjungan di milan ini ternyata adalah anugrah namun sekaligus musibah bagi saya. Anugrah karena ternyata kedatangan saya bertepatan dg even milan marathon. Saya jadi dapat melihat dari dekat ratusan apa ribuan pelari marathon yg melintas di hadapan saya tidak ada putus2nya. Saya melihat dari dekat bagaimana mereka berlari di bawah langit mendung dan hujan rintik2. Saya tidak tahu saya menonton di km berapa. Tapi kelihatannya mereka sdh menempuh jarak yg cukup jauh krn kelihatan dari wajah dan gesturnya yg sdh kelelahan. Tapi hebatnya semua tetap berlari dg langkah yg konstan. Selama sekian belasan menit menonton dari pinggir jalan, saya tdk melihat ada peserta yg jalan kaki krn tdk kuat lagi berlari.
Peserta yg ikut sangat beragam dari segi usia. Saya melihat ada pelari laki2 dan perempuan yg saya taksir sdh berumur 60an. Posturnya juga sangat beragam dari yg tinggi menjulang sampai yg pendek. Dari yang kurus kering sampai yg gemuk. Pakaiannya juga beragam dari yg asal saja sampai yg stylish dan modis. Dari yg gaya larinya gemulai sampai yg tegap macho. Betul2 tdk bosan menontonnya karena yg melintas selalu berbeda dari segi usia, postur, pakaian, gaya dan lain2.
Di saat yg sama milan marathon ini juga jadi musibah bagi saya. Jalan2 disterilkan dari kendaraan. Mobil juga tidak bisa memotong jalur marathon karena dibarikade oleh polisi. Taksi yg kami tumpangi menuju pusat kota yg harus melintasi jalur tersebut jadi terpaksa berjalan memutar lebih jauh. Saya mengiyakan saja saat driver bilang dia mencari jalur memutar. Dia berkali2 bilang sorry dan merasa bersalah juga karena argo jadi melonjak. Saya juga pasrah saat argo terus merangkak dari 20 euro, 25 euro, 30 euro, 40 euro dan terus membengkak.
Saat sdh mendekati tujuan ternyata kami bertemu lagi dg jalur marathon. Sekarang tidak ada lagi upaya yg bisa dilakukan karena penginapan yg dituju berada di area di balik jalur marathon tsb. Saya lihat di map jaraknya masih agak jauh utk jalan kaki. Kata driver sekitar 600m. Dia menyarankan utk turun saja krn penutupan jalan ini bisa berlangsung sampai 2 jam lagi. Kasihan saya karena argo masih jalan terus.
Benar2 tidak ada pilihan lain. Argo sudah mencapai 52 euro, sudah seharga menginap di apartemen satu malam. Jadi kami turun di sebuah halte krn hujan masih turun rintik2. Koper2 diturunkan dan kami menunggu entah sampai kapan.
Opsi jalan kaki hampir tidak mungkin krn koper yg berat, jarak yg jauh dan hujan rintik2 masih terus turun. Tidak ada upaya apa2 lagi yg bisa dilakukan selain menunggu dan menunggu. Dan benar saja, hampir 2 jam kemudian barulah barikade dilepas dan mobil bisa melintas. Sementara waktu sudah menunjukkan jam 12.30. Inilah musibah yg saya maksud, kami jadi kehilangan waktu setengah hari utk menjelajahi milan. Kemudian bayar taksi seharga penginapan satu malam. Siapa yg tdk nangis bayar taksi sampai lebih dari 800rb.
Ada yg menarik juga tentang cara masuk ke apartemen piazza vetra 21 tempat kami menginap ini. Kita seolah2 diajak main detektif2an. Dia memberikan instruksi via wa utk automatic check in sbb:
1. Call saya dan saya akan membuka pintu utama dari jarak jauh
2. Masuk belok kiri, naik lift ke lantai 1
3. Di lantai 1 sebelah kiri ada kotak yakni new york dg kode 1812
4. Buka dan temukan kunci di dalamnya
Saya tentu saja tdk tahu apa itu new york dan seperti apa kotaknya. Ternyata itu kotak2 tempat menyimpan kunci. Ada kotak yg bertuliskan new york, paris dan roma. Ternyata lagi nama2 di kotak kunci itu sama dg nama2 kamar yg kami tempati.
Setelah sampai di apartemen kami langsung sholat jamak qoshor zuhur dan ashar dan sekalian makan siang. Barulah setelah hampir jam 14 kami benar2 baru mulai melangkah menjelah milan. Hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum gelap karena jam 16.45 matahari sudah terbenam. Dan waktu kami hanya hari ini saja krn besok pagi kami sudah harus berangkat ke zurich, swiss.

 

Artikel Terkait