10. Fikih Bismillah

 

Jadi traveller muslim di eropa memang banyak tantangan, terutama tentang sholat dan makan.
Dulu waktu pertama kali ke Eropa saat masih muda berusia 30an, saya amat pede untuk sholat di mana saja. Waktu itu saya berprinsip sholat harus wudhu dengan air dan berdiri sebagaimana sholat biasa. Jadi ke mana-mana saya selalu bawa koran alas sholat dan kompas penunjuk arah kiblat.
Saya amat pede sholat di pojok stasiun, di emperan mall, di pinggir gang dan lain-lain. Saya selalu ambil wudhu di wastafeltoilet umum. Saat membasuh kaki, tentu saja kaki harus diangkat ke wastafel. Sekali saya pernah dimarahi ama petugasnya karena angkat kaki di wastafel.
Sekarang saya gak seperti dulu lagi. Apa karena sekarang sudah tua ya sedangkan dulu masih muda. Atau apa saya jadi lebih wise ya atau karena memang gak pede lagi. Sekarang saya kalau sholat hanya tayamum saja. Sholat juga dilakukan secara duduk supaya tidak menyolok. Sepanjang perjalanan antar kota, saya juga hanya sholat di atas kereta atau bus saja dengan tayamum. Mudah-mudahan ini tidak berarti keimanan saya turun dibanding masa muda dulu. Atau apa memang turun ya.
Tantangan kedua tentu saja tentang makanan. Kalau ngikutin nafsu maunya mencicipi saja semua yang ada karena tampilannnya sungguh merangsang selera. Dulu waktu masih muda saya berpendapat yang dihindari cukup daging babi saja. Artinya yang lain halal semua. Baru kemudian setelah itu saya tahu bahwa halal dan haram tidak segampang itu. Dulu mana pernah saya berpikir bahwa roti tawar bisa haram. Atau coklat bisa haram. Tapi kemudian saya dapat pencerahan bahwa di roti tawar dan coklat itu ada kandungan yang disebut emulsifier dengan kode E diikuti nomor. Contoh E231, E342, E314 dst. Nomor di belakang huruf E menunjukkan bahan pembuat emulsifier. Katanya hampir semua emulsifier dibuat dari bahan tulang babi. Hanya sebagian saja yang dari bahan nabati.
Kemudian cara memasaknya. Anggap saja semua halal tanpa lemak babi. Tapi mereka memasaknya kan pakai wadah yang sama. Jangankan kena babi, wadah kena jilat anjing saja harus dicuci tujuh kali dengan salah satunya dengan tanah. Semakin banyak kita tahu, semakin gak halal makanan tersebut. Tapi gimana ya. Kadang saya melanggar juga. Kadang masih juga makan roti tawar dan keripik kentang.
Biasanya hal ini saya siasati dengan membawa nasi sendiri setiap keluar jalan. Tapi kadang gak kebawa juga. Seperti kemarin di Nagycsarnok, Great Market Hall, Budapest, kami gak bawa nasi. Perut sudah lapar karena sudah siang sekali. Banyak yang jualan makanan. Kalau ada kentang rebus mungkin agak aman, tapi gak ada. Ada juga kentang yang kata istri saya dibakar bukan digoreng. Jadi mungkin agak aman. Jadilah kami siang itu makan kentang bakar saja. Mungkin ada yang tanya, kok saya bisa bawa bekal nasi. Sssstt, ini rahasia ya. Saya dan istri memang bawa beras dan magic jar kecil dari Indonesia.

Masih tentang halal dan haram, ada kecenderungan yang saya sebut fikih bismillah. Beberapa teman dan istri saya sendiri kadang menganut fikih bismillah ini. Kalau ada suatu makanan dan saya bilang saya ragu dengan kehalalannya maka mereka akan bilang bismillah saja, kelihatannya halal kok. Jadilah seolah-olah makanan meragukan akan jadi halal kalau kita sudah mengucap bismillah. Ini betul-betul fikih baru yang tidak ada dalam kitab fikih manapun.

 

Artikel Terkait