- Mau Pilih Mana?
Travelling sendiri dan travelling dengan travel agent tentu saja sangat berbeda. Masing-masing ada untung ruginya. Kalau ikut travel agent yang pertama jelas lebih mahal. Kemudian waktunya tidak bebas. Kita harus ikut grup terus. Padahal minat setiap orang berbeda-beda. Travelling sendiri tergantung isi kantong. Kalau punya banyak uang pasti nyaman karena bisa menginap di hotel dan ke mana-mana naik taksi atau rental mobil.
Yang agak malang adalah travelling sendiri, tapi budgetnya cekak. Nginap bukan di hotel, tapi hostel, apartemen atau dorm. Paling murah adalah di dorm yang satu kamar bisa diisi 4 sampai 8 orang. Kalau saya pergi sendiri, saya akan pilih dorm. Tapi karena bersama istri, naik kelas sedikit, hostel atau apartemen.
Traveller cekak bahasa kerennya disebut back packer. Saya tentu saja termasuk golongan back packer ini. Back packer ke mana-mana jalan kaki atau naik metro dan trem. Naik taksi adalah barang mewah yang tidak terjangkau.
Untuk memudahkan mobilitas, apalagi yang berpindah kota atau negara setiap tiga atau empat hari seperti saya sekarang ini, seharusnya lebih nyaman pakai ransel punggung. Tapi karena saya bawa istri, terpaksalah pakai koper seperti orang ikut travel agent. Akibatnya ya repot sendiri. Angkat-angkat koper dari bandara ke stasiun metro, angkat lagi dari stasiun metro ke penginapan. Lebih nelangsa lagi jika dapat kamar di lantai 3 yang tidak ada liftnya. Maklum penginapan murah. Masa bayar murah tapi minta yang nyaman. Eh, murahnya versi Eropa ya. Saya book kamar di Budapest 35 euro (sekitar 577.000 rupiah). Tapi di Wina gak dapat segitu, kena 52 euro (858.000 rupiah). Di Paris lebih mahal lagi 75 euro (1.237.000 rupiah). Jadi kalau dihitung dalam rupiah tetap saja mahal. Asal tahu saja, itu adalah harga yang paling murah yang tersedia.
Kembali ke back packer, walaupun kita naik metro, trem atau bus kota, tapi tetap saja dominan jalan kaki. Soalnya stasiun metro belum tentu dekat hostel. Terus dari stasiun metro harus jalan kaki lagi ke tempat tujuan. Kalau di Indonesia kita bisa naik ojeg atau stop angkot atau mikrolet untuk jarak-jarak dekat. Tapi mana ada ojeg dan mikrolet di eropa.
Jadilah setiap malam yg didapat adalah kaki yang pegal. Kakinya gempor kalau istilah anak mudanya.
Ini adalah gambar koper istri saya tentu saja sangat tidak layak digunakan sbg back packer.