1. Itinerary yang Tidak Kunjung Rampung

Traveling kali ini istimewa karena dilakukan secara hibrid. Pada 11 hari pertama kami ikut travel biro dan 20 hari kedua kami akan jalan mandiri backpackeran sehingga total 31 hari. Hari ini adalah hari terakhir rombongan di Amerika. Besok mereka sudah akan pulang ke Indonesia.

Pihak travel biro menyusun itinerary hanya menginap satu malam di setiap kota kecuali Montreal dan New York yang dua malam. Montreal diset dua malam hanya karena akan ke Quebec tanpa menginap. Adapun New York diset dua malam sebagai hati terakhir sebelum rombongan pulang ke Jakarta. Jadi walaupun menginap dua malam namun saya tetap saja tidak tahu kota Montreal. New York juga sama saja karena hanya melihat patung Liberty dan setelah itu belanja ke Woodbury.

Saya sudah rencanakan untuk extent 3 malam lagi di New York setelah rombongan pulang. Kami akan mengisinya dengan menikmati New York secara nyaman tanpa diburu2 jadual harus segera balik ke bus. Saya sudah plot untuk ke Central Park dan kami akan menghabiskan waktu duduk di taman menikmati daun2 berwarna merah dan coklat di musim gugur.

Hari2 lainnya akan dimanfaatkan untuk mengeksplor kota New York seperti yang biasa kami lakukan saat datang di suatu kota. Ke mana2 memakai transportasi publik seperti subway, bus kota dan trem jika ada.

Jika travel biro hanya mensetting satu malam saja di setiap kota maka saya merencanakan tinggal 3-4 hari di setiap kota yang disinggahi. Dengan demikian akan ada waktu untuk mengeksplor kota, menikmati me time dan tentu saja tidak perlu packing setiap malam.

Kami akan menuju west coast dan mengunjungi  kota2 main stream di sana yakni Las Vegas, Los Angeles dan San Fransisco. Awalnya saya ingin ke Chicago dulu namun dibatalkan karena saya akan naik pesawat saja dari New York ke Phoenix. Dari Pheonix lalu lanjut jalan darat ke Flagstaff. Saya memasukkan Flagstaff hanya karena katanya itu adalah kota terdekat ke Grand Canyon.

Tapi kemudian saya dapat info juga bahwa Grand Canyon dapat dicapai dari Las Vegas. Kalau memang begitu maka ngapain saya ke Phoenix dan Flagstaff segala. Saya tidak ada rencana apa2 dengan kedua kota tersebut selain akses ke Grand Canyon saja.

Selain Grand Canyon maka destinasi lain yang ingin saya kunjungi adalah Hualapai Indian Reservation. Jika dilihat di google map maka kelihatannya ini bisa dicapai dari Las Vegas juga.

Opsi naik pesawat dari New York ke Phoenix jadi berubah setelah saya dapat info adanya USA Railway Pass murah  seharga USD 450 yang berlaku selama sebulan dan meliputi 10 segmen. Saya gembira sekali karena selain murah maka saya juga jadi bisa merancang jalan darat saja menuju west coast. Ada banyak pilihan kota untuk dilewati dengan berhenti dan menginap di kota2 tersebut 2-3 malam. Misalnya saja St. Louis, Oklahoma dan Albuquerque. Atau St. Louis, Kansas City dan Denver.

Namun kegembiraan ini tidak berlangsung lama karena beberapa hal. Pertama saya dapat info lagi bahwa banyak sekali restriction atas Railway Pass ini karena sifatnya yg harga diskon. Lalu tidak ada kepastian juga kota2 apa saja yang dilaluinya. Kemudian ditambah lagi info di webnya yang mengatakan bahwa Railway Pass ini bukanlah tiket. Penumpang harus memesan tiket dulu sebelum keberangkatan.

Prosedur memesan tiket ini benar2 akan merepotkan. Padahal tadinya saya kira pass ini sama seperti pass Shinkansen yang berlaku selama 7 hari. Dengan pass Shinkansen kita bisa naik kapan saja dan dari kota mana saja any time tanpa perlu reservasi dulu. Tapi sayangnya USA Railway Pass tidak seperti itu.

Lalu muncul opsi memakai bus saja seperti yang biasa saya lakukan saat traveling di Eropa. Tapi ini tidak melegakan saya juga karena katanya sistem bus Amerika tidak sebagus di Eropa. Saya juga agak kuatir dengan keamanan naik bus dikaitkan dengan kasus2 kriminalitas di Amerika.

Akhirnya itinerary jadi tidak tuntas dan tidak pernah rampung. Sebagai orang yang terbiasa dengan perencanaan maka hal ini membuat saya gamang. Belum pernah selama perjalanan backpacker saya belum punya fix itinerary sampai saat injury time begini. Biasanya saya sudah punya itinerary bahkan dua pekan sebelum keberangkatan.

Hal lain yang membuat saya lebih gamang lagi adalah pernyataan semua orang yang saya mintakan pertimbangan itinerary. Semuanya kompak tanpa kecuali menyarankan sewa mobil dan drive sendiri. Tambah gamang lagi bahwa orang yg tidak saya mintakan pertimbangan juga mengira bahwa saya akan melakukan perjalanan dengan sewa mobil dan drive sendiri juga.

Padahal drive sendiri adalah harga mati yang tidak mungkin saya lakukan. Manalah mungkin saya drive di Amerika yang jalannya di jalur sebelah kanan. Saya pasti akan kagok sekali saat belok sehingga jadi potensi tabrakan. Menyetir mobil di Jakarta saja saya sering nyasar mencari arah apalagi di Amerika yang sangat asing ini. Menyetir mobil Padang-Jakarta saja saya sudah kapok saking tidak kuatnya apalagi menyetir mobil New York – San Fransisco. Itukan sama dengan menyetir dari Aceh sampai ke Papua.

Sungguh hati saya jadi ciut juga. Apa benar  transportasi publik di Amerika sebegini parahnya. Apa iya para traveler tidak pernah ada yang naik transportasi publik di Amerika. Apa karena saking majunya Amerika karena semua orang punya mobil pribadi maka transportasi publik tidak diperhatikan. Tapi apa kurang majunya Eropa namun transportasi publiknya sangat bagus. Saya bisa ke mana saja ke seluruh pelosok Eropa tanpa kuatir karena sedemikian mudahnya mendapatkan transportasi publik.

Saya masih belum punya jawaban. Tapi katanya di Amerika ini ada juga Flixbus. Saya belum cek. Tapi jika benar ada maka mungkin saya cukup terbantu. Saya sudah biasa pakai Flixbus di Eropa. Mudah2an hal yg sama bisa saya lakukan juga di Amerika ini.

 

Bus Travel

Artikel Terkait