Traveling Jepang Keluarga no 8

8. Saya pernah membaca status teman2 di fb yg mengatakan susah sekali utk mengajak anak2nya foto bersama. Ternyata hal ini saya alami sendiri. Susah sekali mengajak mereka foto bersama. Seperti saat di odaiba kemarin.Tiga dikumpulkan, yg satu entah ke mana. Begitu yg satu dipanggil dan datang, anak yg dua yg skrg menghilang. Bagi kita orang tua selalu ingin mengabadikan diri kita di tempat2 baru yg menarik dan exciting. Tapi anak2 itu beda lagi. Mereka exciting, tapi diungkapkan dg cara mereka sendiri. Mereka memotret apa saja yg menurut mereka menarik tanpa ada mereka di dalamnya. Tapi anehnya lagi mereka malah enggan sekali saat diminta utk memotret orang tuanya.

Apakah anak milenial memangi begitu ya. Mereka bilang mereka adalah generasi z yg beda dg genarasi x dan y.
Tapi anak2 milenial ini memang punya banyak kelebihan. Mereka cepat sekali menguasai dan mengoperasikan gadget. Umminya selalu menyerahkan ke mereka setiap ada masalah dg hape dan aplikasinya. Mereka juga cepat sekali belajar dan beradaptasi dg sistem baru.

Baru sehari di tokyo, anak2 sudah lincah dalam mengenali sistem transportasi kereta di metropolitan tokyo. Mereka tahu utk ke area apa menggunakan line apa dan pindah line di mana. Seperti ke odaiba kemaren. Dari yamanote line harus pindan ke yurikamome line. Atau saat pindah apartemen, dari nippori harus mengambil joban line. Atau seperti hari ini bgmn caranya dari mikawashima ke shibuya. Padahal sistem transportasi kereta di tokyo benar2 complicated. Mungkin ada 20an line yg saling simpang siur di seluruh metropolitan tokyo. Gambar map jalan kereta tokyo yg penuh warna-warni dan simpang siur di bawah ini sdh dapat menggambarkan betapa complicatednya.

Melihat kemampuan mereka dalam memahami sistem transportasi walau baru hanya satu hari tinggal di tokyo, kelihatannya saya harus percaya bahwa mereka sdh bisa dilepas utk backpackeran sendiri ke paris atau london misalnya kalau mereka mau.
Sejak dulu pengalaman saya menunjukkan bahwa cost transportasi adalah cost tertinggi traveling di atas cost penginapan dan makan. Cost penginapan masih bisa disiasati dg mencari penginapan murah meriah dan pilihan2nya selalu ada di setiap kota2 besar dunia. Cost makan juga bisa disiasati dg membawa lauk yg tahan lama seperti rendang, dendeng dan abon sejak dari indonesia. Tinggal beli nasi putih atau masak sendiri. Tapi cost transportasi bgmn cara menyiasatinya. Hanya ada satu cara yakni jalan kaki. Dan itulah yang saya lakukan selama ini dalam backpackeran. Tapi sebisa2nya jalan kaki, tentu tetap saja kita butuh alat tramsportasi utk jarak yg agak jauh.

Sejak dari awal saya sdh tahu bahwa biaya hidup di tokyo adalah termahal sedunia. Oleh karena itu kami sdh mencanangkan tidak akan makan di luar melainkan masak sendiri di apartemen. Tapi utk transportasi saya sungguh tidak berdaya apa2. Saldo tiket suica yg 1.500 yen dg mudahnya langsung menguap dalam satu hari saja. Hari kedua saya sdh harus top up 1.000 yen lagi. Kalau saya backpackeran dg istri, tentu cukup membeli dan top up dua tiket saja. Tapi dengan 4 orang anak maka kami jadi berenam. Apa2 harus dikali enam. Beli tiket perdana suica 2.000 yen harus dikali enam. Beli tiket kensei line sekali jalan 1.030 yen harus dikali enam. Top up tiket suica 1.000 yen harus dikali enam lagi. Walah, kok malah jadi curhat saya.

 

 

Artikel Terkait