Traveling Thailand no 14

14. Cerita menarik lainnya adalah kísah kamí saat mau berkunjung ke asíatíque. Krn waktu yg bagus utk berkunjung adalah sore sampaí malam hari, maka kami akan mampir ke siam center dulu. Kira2 siam center íní sama sepertí orchard roadnya sìngapura. Dari pratunam kamí mau naík bus saja karena hanya sejarak dua kalí lampu merah saja. Tapí krn sepanjang jalan ratchadamrì banyak toko2 yg bisa dílihat, akhirnya kamí memutuskan jalan kakí saja.

Pada setengah perjalanan kami melewati sebuah jembatan. Di bawahnya ada perahu yang tertambat dan ada yg lalu lalang juga. Sayapun turun ke bawah utk nanya2. Katanya ada tur sungaí menyusurì sungaì darí pratunam sampaí khao san road. Ongkosnya 200 baht selama 1 jam pp. Saya menawar, bgmn kalau saya ambìl one way saja dan bayar 100 baht. Awalnya día keberatan namun akhírnya mengíyakan. Tapi sebelum belì tìket saya melíhat ada perahu laìn dí belakangnya. Saya tanya apakah ítu milik dia juga, katanya bukan. Lalu saya tanya langsung ke perahu dì belakang ítu berapa harga tíketnya. Ternyata hanya 10 baht. Lha, kok beda banget. Olala, ternyata perahu pertama adalah untuk turis menyusurí sungaí sedangkan perahu kedua memang alat transportasí air. Katakanlah bus kotanya, tapi via sungaí. Sudah tentu saya memílìh yg kedua seraya bersyukur sekali atas kekepoan tadí, serba ingìn tahu. Jadí ternyata kepo ítu sangat bermanfaat. Tadínya harus bayar 100 baht, sekarang cukup 10 baht saja. Syukùuùur banget.

Perjalanan dari pratunam sampaí panta sesuaí rute perahu tersebut sungguh sangat eksotík. Perahunya dígas pol kencang menyibak sungaí sampaí air dí kírí kanan bercipratan ke mana2. Penumpang lalu menarík semacam gorden plastík dí tepí perahu utk melíndungí dírí darí air.

Sesampai di panta kami turun, tapi naik lagi utk balik ke pratunam. Melanjutkan perjalanan ke siam center dari pratunam. Di tengah perjalanan, fathan bilang tdk usah sampai ke pratunam. Kita turun di siam saja karena ada dermaga perahu di siam. Ternyata walau diam2 saja, fathan lihat peta jalur perahu dan menganalisa rute yg dilewati. Dia lihat perahu itu melewati siam dalam perjalanannya. Wah, ini ide yg brilian sekali. Kami tdk perlu lagi jalan kaki ke siam. Untung dobel. Sudah dapat pengalaman naik perahu, eh malah langsung sampai siam lagi.

Utk make sure, saya menanyakan ke penumpang terdekat, seorang ibu2. Apa betul di depan ada siam. Awalnya di tidak mengerti saya sebut siam berkali2. Barulah saat kelima atau ke enam kalinya dia mengerti. O siyaam katanya. Betul, di depan adalah siyaam. Saya jadi tahu, ternyata walau kita sdh menyebut siam, tapi kalau panjang pendek dan iramanya tdk benar, penduduk lokal tdk akan mengerti. Saya hanya menyebut siam, seharusnya siyaam dengan alif dua harakat dan mim secara ikhfa (samar). Sedangkan saya pakai alif satu harakat dg mim izhar (jelas). Gak nyangka, ternyata perlu ilmu tajwid juga dalam pengucapan bahasa thailand.  Jangan2 pengucapan saya untuk kata bangkok selama ini juga salah. Seharusnya idghom bighunnah dengan dengung dua harakat karena nun bertemu kaf.

Artikel Terkait