25. Phobi Copet

Saya diingatkan orang supaya hati-hati dengan copet di Paris, terutama sekitar menara Eiffel. Ternyata benar karena bahkan banyak signage resmi tertempel di Eiffel, be aware to pocket picker, lengkap dengan simbolnya orang sedang mencopet. Seperti kita sering lihat signage hati-hati licin dengan simbol orang terpeleset. Atau dilarang merokok dengan simbol rokok coret.
Sekarang di Praha saya diingatkan lagi tentang copet ini. Karena itu saya melakukan beberapa persiapan walau tidak separno waktu dulu saat saya diingatkan tentang copet di Jakarta.

Saya mau sedikit flash back dulu tentang copet di Jakarta ini. Thn 1985 saat ke Jakarta pertama kali, saya begitu parno saat diingatkan dengan copet. Sampai uang saya keluarkan dari dompet dan disimpan di dalam kaus kaki sehingga terinjak-injak saat jalan pakai sepatu. Terus saya coba juga simpan di balik baju. Pokoknya parno banget.

Suatu waktu di tahun 1992 saya naik bus kota. Karena bus padat saya jadi waspada dengan copet. Dompet yang semula di saku belakang saya pindah ke saku depan. Saya pakai celana jeans, jadi saya pikir dompet lebih aman karena saku celana jeans kan sempit, jadi copet pasti susah ngambilnya.

Pas mau turun bus, di pintu keluar banyak banget orang. Saya keluar dengan susah payah. Saat itu memang ada terasa gerakan halus di saku celana depan, tapi saya yakin bukan copet karena kondisinya benar-benar padat banget. Gak mungkin tangan copet mencapai saku saya saking desak-desakannya. Sayapun berhasil turun dari bus dan langsung periksa saku. Innalillahi, benar saja, saya kecopetan. Dompet sudah gak ada lagi.

Begitu juga kejadian waktu naik haji tahun 2002. Saya kecopetan saat desak-desakan lempar jumroh. Sebelumnya saya juga tahu banyak copet saat musim haji, jadi uang saya simpan di ikat pinggang lebar lebar kain ihrom yang ada sakunya itu. Sakunya pakai resetling lagi. Setelah pakai ikat pinggang lebar itu terus ditutup lagi dengan menggulung kain ihrom kayak menggulung sarung. Jadi saya pikir sudah aman banget. Tapi hebatnya copet, saya masih kehilangan juga.

Sedikit out of topic juga, banyak yang mengaitkan musibah di saat haji atau umroh sabagai hukum karma. Kalau hilang sendal, berarti di tanah air kurang sedekah. Kalau kecopetan, berarti di tanah air suka ngambil hak orang lain. Kalau tersesat, berarti di tanah air bla bla bla dan seterusnya.

Tapi saya gak percaya itu hukum karma. Buktinya berapa banyak koruptor yang naik haji, tapi aman-aman saja. Gak kecopetan, gak kehilangan sendal, gak tersesat. Tentu saja karena mereka ikut bimbingan haji plus plus plus bintang sembilan. Kalau emang hukum karma berlaku saat naik haji, seharusnya semua koruptor itu kecopetan semua dong.

Sekarangbalik ke Praha lagi. Apa yg bisa saya lakukan dengan berbagai peringatan dan pengalaman pribadi tersebut. Saya mengambil strategi sebagai berikut. Dompet ditinggal di dalam koper di dalam kamar. Bawa uang cukup 50 euro (825.000 rupiah) saja tanpa bawa dompet. Kartu kredit dibawa untuk jaga-jaga. Jadi fokus saya hanya satu kantong celana berisi uang dan kartu kredit. Beda dengan di Spanyol, Finlandia, Hongaria dan Austria. Fokus saya pada empat kantong di celana. Kantong kanan depan hape, kantong kanan belakang dompet, kantong kiri depan uang di luar dompet dan kamera saku (o ya, tentang kamera ini ada cerita lain juga yang akan saya ceritakan nanti, tolongingatkan kalau saya lupa) dan kantong kiri belakang paspor. Jadi setiap beberapa saat saya selalu cek list, apakah barang-barangtersebut masih ada di kantong celana.
Doakan semoga saya gak kecopetan di Praha ya.

Artikel Terkait