40. Terpaksa Naik Taksi

 

Saat ke Berlin saya tidak cek dulu lokasi stasiun U Bahn atau trem terdekat, akibatnya saya terpaksa pakai taksi dari terminal bus ke penginapan. Waktu itu saya agak kepedean juga, merasa pernah ke Berlin maka anggap enteng saja. Sebaliknya karena belum pernah ke Budapest, Wina dan Praha, maka saya sangat memperhatikan lokasi tujuan, termasuk dengan bertanya-tanya. Jadilah saya bisa menemukan lokasi penginapan dengan kendaraan umum sedangkan di Berlin gak bisa. Jadi gak boleh sombong ya. Walau sudah pernah ke suatu kota tapi tetap saja butuh persiapan.

Belajar dari pengalaman Berlin maka saya memastikan dulu stasiun trem terdekat di Amsterdam walau saya juga pernah ke sini. Persiapan ok dan jalur trem sudah diketahui, tapi justru istri saya yang gak sanggup lagi menggotong-gotong koper dan pindah-pindah trem walau hanya sekali pindah jalur. Kakinya sakit katanya (duh mohon maaf istriku, baru mampu ngajak jalan secara back packer). Saya akui perjalanan memang perjalanan jadi semakin berat karena kopernya sudah beranak dari dua menjadi tiga. Belum lagi ada dua keponakan koper yang ikut yakni dua buah ransel yang berat.

Apa boleh buat, terpaksalah kami naik taksi dari terminal bus Sloterdijk ke Amigo Hostel di Linneausstraat. Ongkos taksi yang 33 euro (544.000 rupiah) terasa agak nyesak juga karena bahkan lebih mahal dari ongkos bus Berlin – Amsterdam yang hanya 29 euro (478.000 rupiah). Padahal naik taksi paling hanya 15 km, bandingkan dg Berlin – Amsterdam yang mungkin 1.000 km.

Selain soal trasnportasi, sinyalemen saya juga terbukti bahwa traveling dari Eropa Timur terus ke Eropa Barat maka semakin ke barat penginapan semakin mahal dengan kualitas semakin ke bawah. Kamar paling murah yang saya dapatkan di Amsterdam adalah 60 euro(990.000 rupiah), hampir dua kali lipat dibanding kamar di budapest yg 35 euro (577.000 rupiah), tapi kondisinya sungguh membuat saya menarik nafas panjang. Bayangkan apa rasanya menempati kamar ukuran panjang x lebar yang 3 m x 1,5 m. Perabotannya hanya dua buah tempat tidur tanpa lemari. Kamar mandi tentu saja di luar. Belum lagi letak kamar di lantai tiga tanpa lift. Hanya ada tangga yg sangat curam. Perlu dua kali naik tangga untuk sampai di kamar.

Bandingkan dengan kamar-kamar yang saya tempati sebelumnya yang ada kamar mandi, kulkas, kompor listrik, mikcrowave, pemanas air dan peralatan dapur. Bahkan di Berlinpun yang sudah masuk Eropa Barat saya masih dapat kamar dengan fasilitas tersebut dengan harga masih 49 euro (808.000 rupiah). Tapi ini di amsterdam, bayar 60 euro (990.000 rupiah) hanya untuk kamar 3×1,5m dan hanya ada tempat tidur dua mata wayang. Sebenarnya ini juga bukan tempat tidur, tapi lebih tepat kalau disebut dipan. Lihat saja foto kamar di bawah ini. What you can say.

 

 

Artikel Terkait