8. Safari Desert

Terjemahan desert yang pertama kali saya kenal adalah padang pasir. Tapi lama kelamaan paradigma saya berubah. Setiap desert disebut maka yang langsung terbayang adalah hidangan penutup setelah menu utama dalam sebuah perjamuan atau acara makan yang tulisannya dessert. Saya hampir lupa bahwa desert berarti padang pasir.

Ingatan desert adalah padang pasir muncul lagi saat destinasi kita berikutnya di Dubai adalah Safari Desert. Saya tidak mengetahui seperti apa safari desert ini. Tapi saya bayangkan nanti akan bertemu dengan semacam bangunan di tengah padang pasir.

Lokasinya agak jauh dari pusat kota Dubai. Kami menempuh perjalanan dengan bus mereka sekitar 45 menit. Bus melaju ke arah luar kota melalui jalan yang lebar, mulus dan tidak macet.

Bus terus berjalan sampai kemudian keluar dari jalan raya dan masuk ke padang pasir. Setelah beberapa saat bus berhenti dan penumpang diminta keluar. Saya lihat keluar bus tidak ada apa-apa. Hanya padang pasir luas di bawah terik matahari. Tidak ada pohon untuk berlindung dari terik matahari apalagi gedung seperti yang sebelumnya saya bayangkan.

Dengan sedikit ragu saya ikut turun. Lalu kami berkumpul di bawah terik matahari tanpa ada pelindung apapun kecuali topi baret di kepala yang memang selalu saya pakai ke mana-mana saat traveling.

Di sekitar kami ada beberapa orang lain yang juga berkumpul di sana. Saat beberapa mobil Toyota Land Cruiser datang dan pergi maka barulah saya paham bahwa safari desert itu ternyata naik mobil melintasi padang pasir. Mobil melakukan berbagai manuver yang menaikkan adrenalin seperti naik turun bukit pasir dengan cepat ataupun menuruni lereng secara miring.

Selama ini saya mengira bahwa pasir di padang pasir itu sama seperti pasir di pantai. Ternyata dugaan saya keliru. Ini tidak tepat disebut pasir karena ukurannya sangat halus seperti debu atau tepung. Seharusnya bukan disebut padang pasir tapi padang debu atau padang tepung.

Berjalan di atas hamparan debu ini terasa berat karena kaki terbenam setiap melangkah. Hampir sama seperti berjalan di salju di mana kaki kita juga terbenam setiap melangkah. Dua hal yang sangat diametral, padang pasir dan salju namun cara berjalan di keduanya sama sifatnya dan sama susahnya.

Kami naik mobil jenis Toyota Land Cruiser. Seperti mobil lain yang sudah mendahului maka driver membawa mobil meliuk-liuk saat mendaki dan menuruni bukit pasir. Jika driver tidak trampil maka mobil bisa saja terguling saat berjalan miring menuruni bukit pasir.

Safari desert yang kami ikuti tidak terlalu ekstrim. Bukit yang didaki tidak terlalu tinggi. Jalur menurun juga tidak terlalu curam. Kelihatannya ini hanya semacam perkenalan kecil saja desert adventure yang sebenarnya. Waktunya juga tidak lama. Sekitar 3-5 menit kemudian tahu-tahu kami sudah sampai di sebuah camp.

Camp itu berupa bangunan semi permanen berbentuk segiempat berupa kios penjual souvenir, mushola, toilet dan sarana penunjang lain. Di tengahnya adalah ruang terbuka dengan sebuah panggung rendah di tengah-tengahnya. Di sekeliling panggung disediakan meja rendah dan kursi rendah. Nanti pengunjung akan dinner di sana sambil menikmati pertunjukan.

Matahari berwarna merah semakin turun dan hampir terbenam. Langit di barat berwarna kemerahan tanda siang hampir berakhir. Suhu udara cukup sejuk dan angin bertiup sepoi-sepoi. Suasananya memberikan sensasi eksotik dan membuat kita excited.

Lampu-lampu mulai menyala saat matahari sudah benar-benar tenggelam dan suasana semakin gelap. Dinner dihidangkan dan pengunjung mulai menikmati makanannya. Saat hari sudah benar-benar gelap dan hanya diterangi cahaya lampu maka pertunjukan di pentaspun dimulai.

Diawali dengan mematikan lampu dan hanya panggung saja yang terang maka terdengarlah musik dan announcer dari sound system yang membahana. Announcer mengucapkan selamat malam, mengatakan pertunjukan akan segera dimulai dan mengucapkan selamat menikmati.

Pertunjukannya adalah seperti tarian sufi yang berputar bertumpu di kaki itu yang dibawakan oleh dua orang penari laki-laki. Tapi tarian ini sudah dimodifikasi jadi tarian kontemporer. Jika pada tari sufi klasik penarinya hanya menyilangkan tangan di dada sambil memegang bahu maka dua penari ini juga membawa lima atau enam asesoris seperti rebana di tangannya.

Selain rok yang mengembang seperti biasa kita lihat maka ada pertunjukan ditambahkan dengan atraksi bermacam-macam komposisi rebana di tangan penari. Sambil terus berputar di tempat seperti gasing maka perubahan komposisi rebana itu benar-benar menghadirkan koreografi tari yang luar biasa.

Selain tambahan koreografi rebana tadi maka masih ada kreasi berikutnya yakni pendaran cahaya dari rok mereka yang mengembang. Karena rok yang mengembang itu berputar terus seperti gasing maka pendaran cahaya juga ikut berputar indah sekali. Sangat kontras dengan kegelapan di sekeliling panggung.

Setelah rehat beberapa waktu maka muncul pertunjukan kedua yakni tarian api. Tarian diperagakan oleh dua penari yang sama tadi. Mereka memainkan gumpalan api yang diikat dengan tali. Ada permainan dengan tongkat di mana gumpalan api ditempatkan di kedua ujung tongkat.

Api dimainkan berputar-putar mengelilingi badan penari. Pendaran cahaya api yang berputar-putar itu menyajikan sebuah koreografi yang cantik. Singkat cerita tarian api ini juga tidak kalah eksotisnya dengan pertunjukan sebelumnya.

Pertunjukan dan dinner berakhir sekitar jam 21. Kami kembali ke mobil Toyota Land Cruiser yang mengantarkan kami ke tempar meeting poin tadi. Mobil menempuh lagi rute yang tadi dengan tetap meliuk-liuk naik turun bukit menuju meeting point. Di sana bus yang akan mengantar kami kembali ke Dubai sudah menunggu.

Bersambung

Camp di padang pasir

Menunggu giliran

Mobil dan bukit pasir

Pentas

Menunggu sunset

Performance

Dinner

Artikel Terkait