Saya merasakan sendiri bahwa traveling dan usia itu saling berkaitan. Semakin tua usia maka semakin tidak fit badan ini. Kita semakin mudah capek dan lebih buruk lagi semakin mudah sakit.
Kalau badan sudah tidak fit apalagi sakit maka traveling bukan hal yang nikmat lagi tapi malah menjadi beban. Saat badan tidak fit sedangkan perjalanan masih harus dilanjukan maka yang terbayang adalah betapa nyamannya kamar di rumah sendiri. Pada saat itu kadang sampai terlintas dalam pikiran, kenapa juga saya sampai melakukan traveling ini.
Saat traveling backpacker melintasi 10 negara di Eropa mulai dari Prancis, Spanyol, Finlandia, Estonia, Hungaria, Austria, Ceko, Jerman, Belanda dan Belgia maka saya sangat fit. Walau berkeliling selama satu bulan penuh tapi saya sangat menikmati. Tidak ada keluhan sama sekali. Istri saya juga fit. Keluhannya hanya satu yakni terlalu dingin di Budapest.
Backpacker Jepang 1, 2, 3 dan Turki 1 selama masing-masing 3 pekan juga tanpa keluhan. Semua dapat dinikmati dan dijalankan dengan kondisi fit. Begitu juga beberapa kali trip singkat ke tiga negara Singapore, Malaysia dan Thailand. Semua tanpa masalah.
Perjalanan backpacker kedua ke Eropa yang juga berlangsung selama sebulan menjelajahi 9 negara mulai dari Italy, Swiss, Slovenia, Kroasia, Serbia, Bosnia Herzegovina, Montenegro, Albania dan Kosovo adalah tanda-tanda awal munculnya faktor umur. Foto saya saat di Sarajevo kelihatan sekali sebagai wajah lelah. Kisahnya dapat dibaca di https://emirsadikin.com/…/backpacker-italy-swiss-dan…/
Kondisi tidak fit terasa pada hari-hari terakhir saat menjalani umroh backpacker itikaf 10 hari akhir Ramadhan yang berlangsung selama 15 hari. Pas 1 Syawal dan sampai kepulangan saya sudah tidak fit lagi. Makan tidak berselera, ludah terasa pahit dan badan lesu sekali.
Perjalanan berikutnya adalah backpacker Amerika selama sebulan juga. Saya drop saat masih setengah perjalanan yakni saat sampai di Chicago. Padahal perjalanan masih jauh karena kami masih harus ke Las Vegas, Los Angeles dan San Francisco.
Saya sangat kuatir jika dari drop menjadi sakit. Tapi berkat ketelatenan istri dan dibantu dengan campuran obat modern dan kearifan lokal yakni minyak kayu putih kombinasi kerokan maka kondisi saya agak mendingan. Ditambah lagi dengan suplemen Jepang SOP Subarashi dan Utsikushii maka saya bisa pulih lagi. Selanjutnya saya sudah segar lagi dan semua itinerary berjalan lancar termasuk bisa ke Grand Canyon.
Namun semakin ke sini maka saya semakin tidak fit. Pada traveling kedua ke Turki awal tahun ini saya malah langsung drop di hari pertama kedatangan. Hari pertama adalah ke Uludag dan kami main salju selama sekitar 2 jam. Besoknya saya langsung tidak enak badan. Meskipun diobati namun saya tidak bisa kembali fit. Perjalanan berikutnya selama 12 hari dari Busra, Pamukkale, Konya, Cappadocia, Ankara dan Istanbul akhirnya saya jalani dengan kondisi flu dan batuk.
Traveling Jordania, Palestina dan Mesir kali ini agak begitu juga. Sehari sebelum berangkat saya malah terkena batuk. Batuknya menular dari istri saya yg lebih dulu terkena. Istri saya juga dapat batuk karena menular dari temannya saat ada aktivitas yang barengan.
Sehari sebelum berangkat juga ada kumpul-kumpul bersama teman-teman alumni ITB yang tergabung dalam grup WA Network Bisnis Alumni ITB. Saya datang dalam kondisi sudah batuk. Tetapi karena saya adalah pemrakarsa grup dan juga acaranya sangat menarik maka saya merasa sangat sayang jika tidak datang. Karena itu meskipun tidak fit dan nanti malam sudah akan berangkat maka saya tetap datang juga.
Kembali ke soal batuk maka kita tahu bahwa batuk menyebabkan kerongkongan kering dan bawaannya mau minum terus. Belum lagi saat kerongkongan gatal maka sungguh perlu dikucuri air untuk menetralisirnya.
Konsekuensi dari banyak minum adalah banyak buang air kecil. Ini sudah terasa sejak ikut acara NBA ITB kemarin. Begitu juga saat keberangkatan. Dari sejak sampai di bandara jam 04.30 pagi sampai saat boarding jam 08 pagi tidak terhitung lagi berapa kali saya bolak balik ke toilet. Bahkan pernah baru saja 5 menit keluar toilet maka sudah masuk toilet lagi untuk buang air kecil.
Ini akan sangat merepotkan jika sudah di pesawat. Dan benar saja, nomor seat saya dan istri adalah dekat jendela dan posisi tengah. Saya harus melewati penumpang yang duduk dekat gang jika mau ke toilet. Tentu saja tidak enak jika setiap sebentar minta numpang lewat. Akhirnya terpaksa menahan pipis dan barulah minta izin lewat jika sudah tidak tertahankan lagi. Dan ini semua berlangsung selama 8 jam sampai pesawat sampai di Doha untuk transit.
Bicara posisi duduk maka saya heran juga. Dari puluhan kali naik pesawat kenapa saya selalu dapat seat di dekat jendela atau di tengah. Saya hampir tidak pernah dapat seat yang dekat gang.
Selama di Jordania saya masih batuk namun masih kuat dan fit untuk berjalan jauh termasuk berjalan kaki di Petra. Saya justru drop saat sampai di Jerusalem. Hari pertama badan terasa melayang saat dibawa berjalan.
Jadi saya hanya bisa melangkah gontai saat jalan kaki ke masjid. Nafsu makan juga hilang. Apalagi selama ini kami hanya makan makanan khas Arab saja.
Saya sampai neg melihat daging dan ayam. Untung saya membawa Indomie. Ini sangat membantu untuk memunculkan selera makan sehingga perut bisa terisi makanan lagi. Dikombinasikan dengan minum obat dan suplemen maka alhamdulillah kondisi saya membaik pada hari kedua dan ketiga. Saya sudah segar lagi dan kuat berjalan kali bolak balik dari hotel ke masjid sejarak 3 km pulang pergi.
Alhamdulillah saya masih tetap fit saat di Cairo. Untuk pertama kalinya kami dibawa ke resto Indonesia dan saya bertemu ikan goreng. Setelah selama ini hanya ada daging dan ayam saja maka bertemu ikan goreng ini benar-benar sesuatu sekali. Rasanya benar-benar wow. Saya tidak tahu dan tidak peduli juga itu jenis ikan apa. Tapi saking garing dan enaknya maka ikan itu benar-benar habis saya makan semuanya. Benar-benar habis sampai seluruh kepala dan tulang-tulangnya tanpa sisa sedikitpun.
Tamat — in Cairo, Egypt.