3. Mencari Halal di Stasiun Sapporo

Walau backpacker jepang 1 dan 2 saya yg arrange, tapi sejatinya saya dapat banyak pembelajaran juga dari peserta. Paling tidak ada dua pembelajaran menarik yg saya dapatkan yakni tentang persepsi dan realita.

Sejak dulu sampai sekarang persepsi saya adalah jangan berharap dapat tempat sholat dan makanan halal selama traveling di luar negeri. Persepsi ini menentukan tindakan saya yakni tdk pernah mencari tempat sholat maupun makanan halal. Saya selalu sholat di mana saja, di emperan stasiun, di pojok mal, di taman, di emperan gedung dan lain2. Begitu juga makanan halal, saya selalu membawa bekal dari apartemen atau penginapan.

Tapi peserta backpacker jepang 1 dan 2 mengajarkan saya bahwa dua hal di atas dapat dicari. Ada peserta yg menanyakan saya sholat di mana saat di harajuku. Lalu saya menunjuk di bawah tangga. Dia mengerenyitkan mukanya melihat tempat sholat yg tdk layak begitu. Lalu yg lain berinisiatif mencari masjid dan mushola dan ketemulah mushola di shibuya. Skrg saya yg kaget, ternyata ada mushola di shibuya. Dan kaget yg sama pula begitu begitu mengetahui ada mushola di diver city odaiba dan di bandara haneda.

Begitu juga makanan halal. Karena peserta rajin mencari, maka ketemu jugalah makanan halal di mana saja. Lagi2 saya yg kaget. Ternyata di odaiba ada resto halal. Waktu main ke akihabara ada juga resto halal. Di nippori kembali ketemu resto halal. Dan yang paling menakjubkan bahkan saat sudah mau pulang, mereka bahkan menemukan pula resto halal di haneda. Jika di backpacker jepang 1 saya tidak pernah makan di luar maka di backpacker jepang 2 ini saya benar2 hampir tiap hari makan di luar.

Kembali ke soal pembelajaran. Seperti cerita saya di posting no 10, perjalanan dari tokyo ke sapporo tdk hanya mengharu biru dari segi nyaris ketinggalan kereta tapi juga menimbulkan masalah besar soal makan.

Istri saya landing di haneda jam 23.30 dalam kondisi makan terakhir adalah di kuala lumpur jam 13.00 sedangkan di pesawat dia tdk kebagian makanan. Sementara itu semua gerai makanan termasuk gerai halal di haneda sdh tutup jam segitu.

Besoknya sepagi mungkin sebelum jam 7 karena menunggu kantor jr buka untuk menukar jr pass, kami sdh harus bertolak ke sapporo. Tentu saja belum ada gerai makanan yg buka jam segitu. Walau kami akan mampir di stasiun hamamatsucho dan stasiun tokyo utk menuju shinkansen sapporo, sudah jelas kami tidak ada waktu utk mencari makanan di sana. Utk sampai di stasiun tokyo jam 08.20 pagi saja sudah anugrah yg luar biasa, makanya mencari makanan halal tentu saja suatu hil yang mustahal.

Jadi itulah kondisi kami saat itu. Duduk manis di kursi shinkansen dalam kondisi istri belum makan malam dan pagi dan saya belum makan pagi. Penderitaan ini akan terus berlanjut krn kami akan sampai sapporo jam 16. Artinya makan siang juga akan lewat.

Di dalam shinkansen memang ada pramugari yg menjajakan makanan tapi saya tdk akan berani memesan krn kembali ke masalah halal. Dalam suasana terjepit begitu untunglah masih ada calon penyelamat yakni indomi. Masih calon dan blm jadi penyelamat krn utk menikmati indomi tentu harus ada air panas.

Ide saya adalah datang ke gerbong restorasi utk membeli minuma teh panas sambil minta air panas. Lalu dg wadah tupper ware kosong sayapun beranjak mencari gerbong restorasi. Ternyata gerbong restorasi itu tdk ada. Yg ada hanya kereta dorong pramugari yg tadi menjajakan makanan.

Saya lalu pesan teh panas ke dia. Harganya 200 yen. Lalu saya minta air panas utk dituang ke tupper ware. Ternyata harus bayar juga 200 yen. Ya gak apa2lah demi sebuah misi yg lebih besar yakni menyelamatkan lambung dari kekosongan.

Air panas yg dituang di tupper ware tdk banyak, hanya segelas ukuran gelas kertas minuman teh. Jelas tdk cukup utk memasak dua indomi utk saya dan istri. Namun demikian saya paksakan juga menjejalkan dua indomi ke dalamnya. Walau nanti hasil akhirnya masih setengah mentah yg penting darurat lambung sdh teratasi. Tapi ternyata bisa matang juga sehingga selamatlah lambung kami dari ancaman kemarau makanan hari itu.

Sesampai di stasiun sapporo tentu saja kami masih lapar. Lambung baru hanya diisi indomi sekitar jam 10 tadi pagi, padahal ini sdh jam 16.30. Belajar dari peserta backpacker jepang 2 yg gigih mencari resto halal, maka saya mencoba pula googling resto halal di stasiun sapporo ini.

Ternyata ada, namanya houryu dan berlokasi di mal stasiun ini. Kamipun ke sana dan menanyakan ke pelayannya. Ternyata yg halal itu hanya houryu pusat sedangkan ini adalah cabang yg tdk halal. Lalu dia membantu kami mengarahkan ke resto di depan gerai dia yg katanya no pork. Pelayan resto depan itu juga mengatakan tdk ada butaniku alias pork. Tapi saya masih ragu karena bgmn dg minyaknya.

Kebetulan masih dekat tempat itu, tadi saya sempat lihat ada resto yg semua pelayannya pakai peci hitam. Mungkin mereka muslim. Jadi kamipun ke sana dan tanya halal. Olala, ternyata mereka malah gak ngerti apa itu halal. Kalo gitu peci mereka gak ada hubungan dg muslim atau tidak, tapi hanya asesoris belaka.

Akhirnya kami putuskan balik ke tempat yg tadi. Meyakinkan lagi bahwa mereka tdk menyediakan pork. Terus saya lihat di daftar menu bahwa mereka menggunakan vegetable oil utk menggoreng tempura. Jadi mudah2an amanlah. Lalu kamipun memesan paket makanan yg ada ramen dan udang tempuranya. Lalu kami makan. Lalu kami kenyang. Lalu kami membayar.

Perlu diinfokan bahwa kami tidak lupa memesan nasi saja utk makan pagi besok. Utk lauk masih ada rendang sisa bawaan saya dan dendeng yg baru dibawa istri saya.

 

Artikel Terkait