18. Amphitheatre di Hierapolis

 

 

 

 

 

Backpacker turki, 17 april – 02 mei 2019

 

18. Kami memutuskan utk ambil opsi ini saja, jalan sendiri ke hierapolis tanpa paket. Lalu saya mendatangi lagi meja pengurus travel. Tadi saya sudah telanjur bayar 200 lira utk ikut paket tur hierapolis. Kali ini saya mau nego bgmn jika saya tdk jadi ambil paket, tapi cukup diantar saja ke hierapolis skrg jam 7 pagi ini. Lalu kami dijemput lagi di hierapolis jam 11 utk langsung diantar ke stasiun denizli krn kami akan langsung ke selcuk.

 

Alhamdulillah negonya tidak alot. Mereka bersedia membatalkan paket, mengantar ke hierapolis, pick up lagi di hierapolis dan mengantarkan kami ke stasiun denizli. Sekalian tiket kereta denizli-selcuk kami pesan via travel ini (nanti kami baru tahu bahwa ternyata dia ngambil untung agak banyak juga dari harga tiket kereta ini 😁).

 

Koper kami tinggal di kantor travel dan kamipun diantar ke hierapolis. Tetnyata jaraknya tidak jauh, hanya sekitar 10 menit berkendara. Waktu masih menunjukkan jam 7 pagi sehingga lokasi masih sepi namun loket penjualan tiket seharga 60 lira sudah dibuka.

 

Hierapolis adalah kota kuno romawi timur atau byzantium yg sekarang tinggal reruntuhannya saja. Di sini ada travertenleri berupa hamparan batu putih dan air, ancient temple of apollon, beberapa reruntuhan bangunan lain dan terutama yg sangat menarik bagi saya adalah amphitheatre.

 

Kami berjalan perlahan mengitari seluruh bekas kota kuno ini dimulai dari travertenleri. Krn hierapolis ini ada di dataran tinggi maka dari sini kita bisa melihat landscape kota pamukkale jauh di bawah kita. Alangkah romantisnya duduk berdua di bangku batu di tengah terpaan suhu sejuk musim semi ini. Walau sdh musim semi tapi udaranya masih sangat sejuk mendekati dingin. Kami duduk di batu sambil memandang ke bawah. Melihat rumah2 penduduk, jalan raya dan kota pamukkale. Beberapa balon udara melayang2 di langit sama seperti balon udara di cappadocia. Ada juga paralayang yg melayang2 di udara. Saya heran saja, bgmn caranya paralayang itu tdk bertabrakan dg balon udara krn mereka melayang2 nyaris di area yg sama.

 

Perjalanan dilanjutkan lagi. Melewati taman yg indah, rapi dan bersih. Terus lanjut lagi menelusuri jalan berbatu. Sekarang kami jalan agak menanjak krn mau melihat amphitheatre. Sepanjang jalan kami melewati beberapa reruntuhan kota dan ciri khas tiang2 tinggi gaya romawi sampai akhirnya kami sampai di lokasi yg lebih tinggi lagi. Itulah amphitheatre.

 

Saya sangat excited sekali melihat bangunan amphitheatre yg nyaris masih utuh ini. Benar2 sesuai dg gambaran masa kanak2 saya saat membayangkan amphitheater dg pertarungan gladiatornya. Pertarungan gladiator adalah pertarungan sampai mati antar gladiator. Ada juga pertunjukan budak yg dihukum dg cara diumpankan ke singa di arena ini. Demikianlah cerita yg saya dengar dan baca saat kecil.

 

Amphitheatre adalah stadion terbuka setengah lingkaran. Semua bangunan dan tempat duduknya terbuat dari batu. Tempat duduknya disusun dari batu yg berundak2 mengelilingi arena secara setengah lingkaran dimulai dari lingkaran terkecil di sekitar arena dan terus melebar semakin tinggi semaki ke atas.

 

Latar belakang arena dihiasi dg patung dewa2 bangsa romawi. Arenanya sendiri sejajar dg tanah atau ground floor dari tanah yg diperkeras dan batu. Arena tsb dilengkapi dg pintu tempat gladiator keluar. Ada juga pintu berterali, mungkin pintu utk singa keluar. Persis di hadapan arena adalah bangku vip utk pembesar2 hierapolis. Lainnya tempat duduk dari batu sampai ke atas utk penonton lainnya.

 

Saya menjelajahi amphitheatre tsb dari atas terus ke bawah, sayap kiri dan sayap kanan. Sampai di atas ada serombongan turis dg guide yg mendampingi. Turis duduk di bangku batu dan guidenya bercerita dari bangku yang lebih rendah. Dia sedang bercerita ttg sistem akustik amphitheatre. Pengunjung diminta bertepuk tangan dan suara tepuk tangan tsb dilantunkan kembali oleh amphitheatre. Rupanya rancangan amphitheatre juga mempertimbangkan sistem akustik. Saya tdk tahu pasti. Tapi mungkin bisa saja sistem akustiknya dibuat sedemikian rupa sehingga walau alami tanpa loud speaker tapi suara2 di arena bisa sampai ke penonton di bagian atas. Ini dugaan saya saja krn saya tdk terlalu mendengar saat guide bercerita ttg akustik. Saya hanya mendengar saat guide minta pengunjung bertepuk tangan.

 

Dari amphitheater kami berjalan memutar ke arah turun. Setelah melewati lapanga dg bbrp reruntuhan juga maka kami sampai di kolam renang kuno romawi. Kolam renang itu masih berfungsi dan banyak pengunjung yg berenang jg. Kolam ini tdk berbentuk kotak seperti kolam renang modern saat ini, tapi lebih seperti kolam alam berbatuan apa adanya.

 

Sesuai dg rencana awal maka ternyata waktu 4 jam dari jam 7 sampai jam 11 sdh cukup utk mengitari dan mengeksplor kota romawi kuno hierapolis ini. Saya menelpon pihak travel dan meminta utk pick up kami di gerbang keluar.

Artikel Terkait