Semua catatan traveling backpacker saya lebih banyak bercerita tentang apa yang saya rasakan dan apa yang saya alami. Saya hampir tidak pernah mengulas suatu tempat wisata yang kami kunjungi karena itu mudah dibaca dari hasil searching google.
Oleh karena yang saya tulis benar2 semua yang saya rasakan dan saya alami maka saya menulis dengan mengalir seperti bercerita saja. Karena itu saya merasa tersanjung saat banyak komen dari pembaca yang mengatakan tulisan saya mengalir apa adanya sampai mereka seolah2 ikut dalam traveling ini dan merasakan juga apa yang saya rasakan.
Contohnya saat saya menulis mengejar kereta Shinkansen sejak dari Haneda sampai ke Tokyo maka ada pembaca yang ikut pula tersengal2 saat membacanya. Adapun cuplikan ceritanya seperti di bawah ini.
Kantor JR buka jam 06.45 pagi. Jam 6 sayapun menuju ke sana. Alamak, saya kaget sekali, ternyata antrian sudah panjang. Ada sekitar 15 orang sudah membentuk barisan. Saya langsung antri paling belakang. Tidak lama kemudian orang2 lainpun terus berdatangan. Setengah jam sebelum kantor dibuka, antrian sdh panjang sekali.
Jam 7.00 masih ada sekitar 6-8 orang di depan saya. Saya sdh gelisah krn jadual Shinkansen adalah jam 08.20 dari Tokyo. Padahal utk menuju Tokyo saya harus pakai monorail sampai Hamamatsucho dan kemudian pindah line ke Tokyo. Saya menghitung, kalau saya tetap tertib menunggu antrian, alamat saya baru akan dilayani jam 07.30. Sudah jelas bakal terlambat mengejar Shinkansen yg jam 08.20.
Tapi naluri backpacker saya bekerja. Harus ada jalan, bgmn supaya antrian ini bisa dipercepat. Di depan saya ada cewek Austria. Saya tahu dari Austria krn melihat paspor yg dipegangnya tertulis Ostereich, nama Austria versi bahasa Jerman. Saya tanya, what time your train? Tanpa menunggu jawaban saya tunjukkan print jadual Shinkansen jam 08.20 dari Tokyo. Bolehkah saya melangkah ke depan menyalip antrian kamu? Ternyata dibolehkan. Maka sayapun maju satu step di depan dia.
Selanjutnya adalah sepasang suami istri. Lihat wajahnya seperti Malaysia atau Indonesia. Saya tanya, Malaysia? Dia jawab Indonesia. Lalu saya minta izin lagi utk menyalip. Diperbolehkan lagi. Berarti sdh 3 orang yg saya salip.
Sekarang di depan saya seorang laki2 dari Australia. Saya tahu krn melihat paspor yg dipegangnya. Baru saja saya mau ngomong, dia sdh langsung mempersilahkan. Kelihatannya dia tadi memperhatikan saat saya melobi si cewek Austria. Yesss, dalam waktu singkat saya sudah menyalip 4 orang. Sekarang tinggal 2 orang lagi di depan saya. Dia ibu2 berwajah China namun saya tidak tahu kebangsaannya. Sayapun mengeluarkan jurus yg sama namun kali ini saya kena batunya. Dia bilang first come first serve. If you want to be served earlier you have to come earlier also. Ya deh bu, I understand. Jadi tertahanlah langkah saya setelah menyalip 4 orang.
Sayapun antri lagi dg sabar dan alhamdulillah akhirnya jam 07.15 JR Pass istri saya terbit juga. Kami segera menghambur ke gerbang monorail namun apa daya. Orang2 malah keluar dari monorail. Saya tanya ke petugas, ternyata kereta monorail mengalami kerusakan. Lalu dia mengarahkan saya utk ambil Keikyu Kuko Line saja dan memberikan sepotong kertas tiket. Dg berlari kamipun ke sana. Kami akan turun di Shinagawa dan selanjutnya pindah ke Yamanote Line utk menuju ke stasiun Shinkansen Tokyo.
Haneda adalah stasiun KK16 sedangkan Shinagawa KK1. Jadi ada 16 stasiun yg harus dilalui sementara skrg sdh jam 07.30.
Akhirnya kami sampai juga di Shinagaya. Saya harus gerak cepat menemukan Yamanote lain dan untunglah tidak jauh. Begitu sampai di Yamanote Line kereta ke Tokyo baru saja menutup pintunya sehingga terpaksalah saya menunggu kereta berikutnya. Sementara waktu terus berjalan hampir jam 8. Padahal dari Shinagawa sampai ke Tokyo masih harus melewati bbrp stasiun lagi.
Tapi masih ada harapan selama line Shinkansen tdk jauh dari Yamanote Line. Kami langsung melompat dari kereta, berlari menyeret koper dan menyandang ransel sambil mengikuti petunjuk arah ke Shinkansen. Karena masih jam sibuk maka penumpang banyak sekali sampai kami beberapa kali menabrak2 orang.
Kami sampai di Shinkansen benar2 hanya satu atau dua menit saja sebelum kereta berangkat. Hanya sempat menarik nafas sebentar saja dan Shinkansenpun bergerak. Benar2 alhamdulillah. Karena kalau ketinggalan kereta saya tidak tahu akan sampai jam berapa di Sapporo. Bayangkan, dg jadual jam 08.20 saja, saya baru akan sampai di sapporo jam 16.04. Lha kalau kereta berikutnya baru ada jam 12, saya sampai di sapporo jam berapa.
Demikianlah cuplikan cerita saya yang membuat ada pembaca yang ikut ngos2an membacanya.
Kembali ke gaya saya bercerita maka kali ini saya ingin cerita tentang perilaku orang2 yang saya temukan selama di Amerika.
Pertama soal budaya tips. Walau tips sudah menjadi budaya dan hal sangat biasa namun ekspresi ucapan rasa terima kasih mereka seolah2 ini sesuatu yang luar biasa. Seharusnya mereka cukup mengucapkan thank you dengan nada biasa. Tapi saya bisa merasakan getaran nada ucapan thank you yang sangat berterima kasih saat menerima tips.
Saya sulit menguraikan nada getaran ini. Entahlah apakah ini subjektivitas saya saja. Tapi saya selalu merasakan ucapan thank younya sangat berbeda. Karena bayangan saya hanyalah sekedar ucapan thank you biasa saja untuk sesuatu yang sudah biasa juga.
Demikianlah yang terjadi saat saya mengasih tips ke semua driver Uber, ke driver tour Grand Canyon, ke tour leader Grand Canyon, ke pelayan rumah makan dan ke pelayan restorasi kereta. Saya bisa merasakan getaran itu. Hanya ke cleaning service kamar hotel saja yang saya tidak mendengarkan ucapan thank you tersebut karena tips saya tinggalkan di meja kamar saat cek out.
Sebaliknya ketidakadaan basa basi mereka juga membuat saya kaget. Ceritanya saya tidak tahu bahwa ada charge tambahan USD 20 jika kita ikut tour leader menjelajahi Grand Canyon. Saya kira paket USD 79 tour Grand Canyon sudah termasuk ikut tour leader. Ternyata bukan. Itu hanya untuk naik busnya saja sedangkan di lokasi kita bebas ke mana saja selama 3 jam.
Saya memilih mau ikut tour leader karena dia tentu tahu spot2 apa saja yg menarik utk dilihat. Beda jika saya jalan sendiri. Bisa2 waktu habis hanya untuk mencari2 spot saja.
Jadi saya mengungkapkan ke dia bahwa saya tidak tahu kalau mau ikut tour leader harus mendaftar dulu bersamaan dengan saat booking. Jadi saya minta izin mau ikut dia. Dia bilang oke dan yang mengagetkan saya dia langsung bilang do you have cash USD 20? Give me the money now sambil menjulurkan tangannya. Benar2 tidak ada basa basi sedikitpun karena yg saya tangkap adalah pay now dan tangan yang terjulur.
Padahal bagi kita biasanya orang akan berucap ayo join. Setelah itu akan bilang ada extra charge USD 20. Lalu basa basi bertanya apakah mau dibayar sekarang atau nanti. Lalu saya balik bertanya baiknya bagaimana. Lalu dia menjawab lebih baik sekarang. Itulah proses basa basi dulu kalau di kita di Indonesia. Tidak akan ada yang bilang serahkan uangnya sekarang juga sambil menjulurkan tangan.
Padahal nanti tour leader ini termasuk yang mengungkapkan rasa terima kasih dengan nada getaran yang saya tulis di atas saat saya memberikan tips saat kami kembali sampai di Las Vegas.
Perilaku tanpa basa basi yang kedua saya alami adalah petugas resepsionis Howard Johnson Hotel by Wyndham di Las Vegas. Kami datang pagi sekali jam 7 kurang sedangkan waktu cek in adalah jam 14. Kami bermaksud titip koper saja dulu dan lalu pergi lagi jalan2 keluar. Setelah dia menerima koper kami maka saya duduk sejenak di kursi lobi hotel untuk melihat google map kami mau ke mana.
Alangkah kagetnya saya karena dia bilang jangan lama2 duduk menunggu di sini. Tidak boleh menunggu di sini katanya. Iya maaf, saya hanya cek google map saja sebentar kata saya. Tapi saya kadung sudah tidak enak. Jadi walau belum selesai cek google map maka saya sudah mengajak istri untuk keluar saja.
Kejadian berikutnya masih dengan petugas resepsionis hotel namun sekarang yang terjadi sebaliknya. Kami sampai di Union Square Plaza Hotel di San Francisco jam 10 pagi. Sama seperti sebelumnya maka kami juga berniat hanya titip koper saja dan setelah itu jalan keluar.
Dia minta paspor dan mencocokkan dengan booking kami. Lalu dia menyetel kartu kunci kamar, menuliskan kamar no 301 di kunci kamar dan menyerahkan ke saya. Ternyata kami dibolehkan langsung cek in jam 10 pagi ini dari seharusnya jam 14.
Sekarang giliran saya yang mengucapkan terima kasih tidak berhingga. Kami senang sekali karena bisa mandi, bersih2 dan ganti pakaian setelah menempuh 10 jam perjalanan dari Los Angeles. Saya berharap dia menangkap nada nada getaran khusus dari ucapan thank you very much saya karena kami memang sangat terbantu dengan cek in pagi ini.
Perilaku lain adalah sifat humoris dan riang gembira petugas booth Big Bus yang menjual tiket Alcatraz ke kami. Saya bilang ke dia my english is not good so I will speak slowly and hope you will also speak …….. Belum selesai saya bicara dia sudah langsung memotong and I speak fast sambil tertawa.
Demikianlah dia menerangkan apa yang harus saya lakukan keesokan harinya. Dia bilang how you take a flight. This is your special boarding pass to go to jail. You will go to Alcatraz, won’t you sambil ketawa. Saya jawab sambil ketawa juga, yes and even I pay to be jailed there.
Dia menerangkan tempat cek in besok. Mungkin karena wajah saya tidak meyakinkan maka dia bilang follow me, I will show you the spot. Sayapun mengikuti langkah cepat dia yang berjalan sekitar 50 m. Lalu dia menunjuk, do you see the boat? Tomorrow you come besides the boat and get your trip to Alcatraz.
Sungguh kali ini saya ketemu karakter orang Amerika yang riang gembira dan ceplas ceplos. Terakhir saya mengajak dia untuk foto bersama walau sebenarnya saya ada niat tersembunyi mengajak dia berfoto.
Saya tidak bisa memastikan apakah tiket yang dia berikan valid atau fake. Apalagi saya sudah membayar mahal USD 190. Tapi dengan adanya foto ini maka saya punya identitas dia jika ternyata saya ditipu. Saya percaya mau membayar karena dia menjaga booth Big Bus San Francisco, Hop On Hop Off Sightseeing Tours.
Cerita lucu terjadi di atas kereta Amtrak saat kami jalan dari New York ke Chicago. Saat itu saya merasa agak tidak enak badan sehingga istri membalurkan minyak kayu putih ke badan saya. Tidak lama kemudian ada kondektur yang lewat dan bertanya apakah saya merokok. Tentu saja saya jawab tidak sambil bertanya do you smell something? Dia mengangkat bahu dan berlalu. Sayapun tertawa dalam hati. Rupanya dia mencium bau minyak kayu putih namun tidak tahu itu bau apa. Jadi dia kira ada yang merokok.
Karakter lain lagi adalah petugas resepsionis Antonio Hotel di Los Angeles. Ini benar2 aneh dan tidak masuk nalar saya.
Di hotel ini ada kitchen, kompor gas, microwave dan mesin cuci pakai koin. Kami langsung mencuci di sini karena pakaian kotor sudah menumpuk sejak di Chicago. Microwave juga bisa dipakai tanpa masalah.
Yang aneh adalah kompor ada tapi peralatan memasak tidak ada sama sekali. Bahkan untuk memasak air saja juga tidak ada. Jadi sayapun mau pinjam panci ke dia. Saat itu malam jam 21 an. Kami baru sampai dari Las Vegas dan saya mau buat Indomi dulu.
Dia bilang besok pagi ada pelayan yang datang dan saya bisa pinjam panci ke dia. Saya tanya apakah tidak bisa pinjam sekarang. Kata dia tidak bisa, hanya bisa besok pagi.
Besok pagi saya ke dapur lagi dan benar ada pelayan. Sayapun dipinjami ceret untuk memasak air. Setelah selesai maka ceret saya tinggalkan di dapur. Besoknya begitu lagi. Saya hanya bisa pinjam ceret di pagi hari saja sedangkan malam hari ceret sudah tidak ada di dapur.
Pada hari ketiga seperti biasa saya pinjam ceret lagi ke petugas resepsionis. Ini adalah hari terakhir karena kami akan cek out hari ini. Eh dengan santainya dia bilang kenapa ceret tidak disimpan saja di kamar saya. Jadi saya bisa memakai kapan saja dan tidak repot pinjam2 lagi setiap pagi.
Ya ampun Bambang orang Los Angeles, kenapa baru ngomong sekarang ceret bisa disimpan di kamar. Hari kami sudah mau cek out. Sehingga terlontar juga dari mulut saya, why din’t you tell me before?