Salah satu kelebihan traveling back packer dibanding ikut paket wisata adalah kebebasan waktu dan kebebasan tempat. Saya memang sdh menyusun itinerary, tp kami tidak terikat total secara tempat dan waktu dg list tsb. Jika ada yg lebih menarik dan saking menariknya shg menghabiskan waktu lebih lama, kenapa tidak.
Area nippori walking map tidak termasuk dalam itinerary saya. Saya baru tahu ada area ini dari guidance arakawa city nippori walking map yg didapat di hotel.
Di sana ada spot yuyake dandan stairs dan fujimi zaka slope yg kelihatannya sangat menarik. Jadi dari stasiun nippori kamipun jalan kaki ke sana.
Spot pertama adalah yuyake dandan stairs. Sebuah jalan yg ujungnya bertemu tangga sehingga mobil tdk bisa lewat. Setelah kita menuruni tangga sekitar 50an anak tangga, maka kita sampai di sebuah jalan semacam street market yg kiri kanannya bejejer kios2 atau toko2 kecil. Salah satunya adalah 100 yen shop yg dua dekade dulu banyak terdapat di seantero tokyo namun skrg sdh sangat jarang. Katanya skrg sdh diganti dg daisho. Tapi hargan di daisho sdg 300 yen dan up. Sementara di 100 yen shop, semua item benar2 seharga 100 yen semua.
Setelah menyusuri jalan sekitar 50 m dari tangga, ada gang kecil ke sebelah kanan. Iseng saya memasuki gang tsb. Ternyata saya sdh masuk ke wilayah pemukiman. Di dalamnya saya bertemu perempatan lagi dan gang2 lagi selayaknya pemukiman padat di jakarta dan bandung. Tapi bedanya jalannya dihotmix dan lebarnya >2 m sehingga nyaman dilewati dg jalan kaki. Bedanya lagi semuanya sangat bersih. Bersih sebersih2nya. Rumahnya memang rapat2, tapi tertata rapi. Rapi serapi2nya.
Ya ampun, ini benar2 spot yg saya impi2kan. Melihat pemukiman biasa masyarakat jepang yg bukan di apartemen. Ini benar2 seperti lingkungan yg kita lihat di film doraemon. Saya membayangkan saat giant dan suneo memanggil2 nobita di depan rumahnya utk mengajak main. Saat mereka main di lapangan kecil di pemukimannya. Saat shizuka jalan kaki pulang sekolah menuju ke rumahnya. Rumah2nya juga seperti rumah nobita atau rumah kobo chan yg jepang banget.
Sekali lagi saya sungguh excited banget. Anak2 yg menyusul saya juga sangat excited sekali. Kebetulan untuk yg satu ini minat kami sama, melihat langsung kehidupan budaya masyarakat lain. Jadi dengan penuh sukacita kami menyusuri gang demi gang pemukiman tersebut.
Saat itu jam 10 pagi. Walau juni sdh masuk summer, tapi hawanya masih sejuk. Masih sejuk seperti di bandung tahun 86 yang lalu saat saya ke bandung utk pertamakalinya. Suasananya sepi sekali. Tidak ada orang dan tidak ada suara apa2 sama sekali. Hening. Malah suara kami yg mungkin terlalu keras sehingga umminya berkali2 mengingatkan agar tdk berisik.
Kami menyusuri terus gang demi gang. Mengagumi kebersihan, kerapian dan keasrian lingkungannya. Rumah2 yg sederhana, tapi dirawat dg baik. Dindingnya ada yg bermotif papan walau sebenarnya papan buatan. Tapi kelihatan alami dan serasi. Di beberapa rumah kelihatan sepeda di halamannya. Mobil jelas tdk ada krn gang ini tdk muat utk dilewati mobil. Kecuali gang yang agak besar yg memang bisa dilewati mobil. Tapi mobil juga jarang lewat. Paling hanya satu atau dua kali kami berpapasan dg mobil.
Mobil diparkir terpisah dari rumah. Ada beberapa ruang terbuka yg dipakai utk menyimpan mobil. Tapi walau berupa ruang terbuka, areanya tetaplah tidak luas. Saya bisa paham krn harga tanah di tokyo pastilah termasuk yg termahal juga di dunia. Oleh karena itu pastilah setiap meter lahan yg ada akan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Bahkan saya pernah lihat dari atas kereta api, ada parkir bertingkat di samping apartemen.
Di sebuah gang berikutnya saya melihat ada semacam pengumuman. Apakah itu semacam pengumuman rt di negeri kita?
Mungkin saja iya. Karena saya pernah baca, konsep rt dan rw di kelurahan2 kota kita bukanlah konsep peninggalan belanda tapi justru peninggalan jepang selama tiga setengah tahun pendudukannya di indonesia.
Kami menghabiskan lebih dari satu jam menyusuri gang demi gang di sini. Ini baru yg di sekitaran yuyake dandan stairs. Kami masih melanjukan lagi jalan kakinya ke fujimi zaka slope. Seperti namanya, slope yg berarti kemiringan adalah sebuah jalan tanjakan atau jalan penurunan tergantung kita melihatnya dari mana. Kami datang dari bawah sehingga bagi kami itu adalah tanjakan.
Di luar topik sedikit, kata2 slope pertama kali saya dengar dan menjadi sangat familiar setelah itu adalah saat kuliah hidrolika 1. Slope adalah perbandingan antara head loss atau kehilangan energi terhadap jarak. Dirumuskan sebagai s=hl/l. Krn ini perbandingan maka tdk ada satuannya. Cukup dinyatakan dalam persen atau permil.
Kembali ke fujimi zaka slope. Ini juga area pemukiman warga. Kembali kami menyusuri gang demi gang sama seperti di yuyuke dandan. Saya tidak perlu cerita lagi bagaimana excitednya. Sungguh saya memang sulit mengungkapkan dalam kata2 apa yg saya rasakan. Seberapa besar excited saya dalam merasakan sendiri sensasi berjalan2 di area yg persis seperti digambarkan dalam film doraemon.
Saya bersyukur sekali dg traveling backpacker ini. Biarlah penuh penderitaan karena kita sangat dibatasi oleh budget. Tapi sensasi2 seperti ini tidak akan pernah dinikmati oleh orang2 kaya yg pleisure dan traveling dg biro2 wisata. Saya yakin sekali, tdk ada biro wisata yg membawa pengunjungnya ke tempat2 seperti ini. Buktinya hanya kami satu2nya orang asing yg berkeliaran di sini. Biro2 wisata paling membawa pengunjungnya ke lokasi2 main stream seperti shibuya, obaida dan asakusa. Dan benar saja. Saya cukup sering berpapasan dg rombongan orang2 indonesia di spot2 main stream tersebut.
Bicara tentang traveling back packer dan traveling biro wisata saya jadi ingat komen ay chen di salah satu posting saya. Ay chen bilang ajak2 dong pak emir kalau back packer. Asik sekali kalau membaca cerita2 bapak. Soalnya kami masih takut kalau pergi sendiri. Lalu saya reply, walaaaah chen, back packer itu menderita, lebih enak ikut biro wisata. Saya back packer karena kurang dana saja. Tapi kata ay chen lagi dalam balasannya, kalau ikut biro wisata kita dibawanya ke tempat2 belanja melulu.
Saya pikir ay chen benar juga. Saya yakin ada kerja sama saling menguntungkan antara biro wisata dg tempat2 belanja sehigga mereka selalu rajin membawa pengunjung ke tempat2 belanja. Coba perhatikan itinerary biro wisata. Pasti setiap hari ada trip dan slot waktu utk berbelanja.
Bersambung