12. Rumah Petani Jepang

 

12. Kami menempuh perjalanan sekitar 10-15 menit dengan mobilnya dari stasiun kaibara ketika akhirnya sampai di sebuah rumah. Dia membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk. Wow, saya sungguh sangat excited. Kami ditunjukkan ruang makan, ruang tidur dan ruang keluarga yg menghadap ke taman dalam. Ada juga dapur disamping taman dalam tsb.
Sebuah meja rendah setingga 30cm terhampar di lantai. Dia menyingkap kain penutup sisi meja dan menunjukkan pemanas di bawah meja. Ternyata di bawah meja itu ada lubang sehingga walau kita duduk di lantai namun kaki kita sebenarnya menjuntai seperti duduk di kursi.
Saat ini adalah akhir musim dingin menuju musim semi namun suhu masih sangat dingin. Jadi betapa nyamannya saat kaki yg kami julurkan ke bawah meja disambut udara hangat dari pemanas di bawah meja.
Tuan rumah menghidangkan teh hijau panas. Lalu dengan bahasa inggris sangat seadanya yg dicampur dg bahasa jepang dan gerak tangan dia mengatakan akan memasak nasi. Lalu dia menirukan gerakan orang meniup tungku api dengan bambu utk menyalakan api. Kata istri saya, dia akan memasak dg kayu bakar. Saya menertawakan istri saya. Mana mungkin di zaman abad 21 ini ada orang jepang memasak pakai kayu bakar. Gerakan dia meniup kayu bakar itu mungkin bukan itu maksudnya.
Saya semakin yakin istri saya salah karena saat kami mengikuti dia ke dapur terlihatlah berbagai perlengkapan modern seperti kompor gas, kulkas dan microwave. Tapi setelah dari dapur dia membawa kami keluar dan skrg menuju dapur di samping rumah. Ternyata di sana ada tungku kayu bakar dan benar saja, dia mengambil kayu, menyalakan api dan meniupnya dg sebatang bambu agar api cepat membesar. Ya ampun, ternyata istri saya benar. Dia benar2 menanak nasi dengan tungku kayu bakar.
Setelah bara terbentuk dia mempersilahkan saya dan istri utk mencoba juga meniup bara agar apinya besar. Sebenarnya ini bukan hal yg aneh bagi saya. Saya masih mengalami menanak nasi dg tungku kayu bakar ini saat masih kanak2 dulu di kampung di bukittinggi. Iseng saya tulis di google translate bahwa saya waktu kecil juga memasak seperti ini. Dia lalu membaca tulisan kanji hasil google translate tsb dan mengangguk setelah membacanya.
Dari awal dia sdh diberitahu bahwa kami muslim sehingga dia hanya akan menghidangkan makanan halal saja. Utk makan siang ini kami masih makan pakai lauk rendang yg kami bawa karena waktu itu saya sdh infokan bahwa we will prepare our lunch by ourselves. Dia hanya perlu menyiapkan dinner dan breakfast saja. Dia ikut mencicipi rendang yang kami bawa dicampur dg roti yg kami beli di stasiun kyoto sebagai buah tangan.
Sebenarnya sebelum menanak nasi pakai tungku tadi kami sempat dibawa melihat ladangnya yg ditanami aneka sayuran. Tapi krn ini masih musim dingin, tdk banyak sayuran yg tumbuh di ladangnya. Yang ada masih bibit2 tanaman di dalam green house.
Kami istirahat sebentar setelah makan siang sebelum jam 14 nanti akan diajak keliling desa dan daerah sekitarnya dg mobil dia. Waktu luang ini saya manfaatkan utk sholat zuhur dijamak qoshor dg ashar. Lalu menikmati detil demi detil rumahnya yg benar2 jepang banget. Dinding pemisah antar ruangan adalah pintu geser dg aksen persis rumah nobita dalam film kartun doraemon. Ada tatami di lantai dan di atasnya terhampar dua buah futon utk tidur kami nanti malam. Dengan sangat excited saya mengambil foto dari berbagai sudut seluruh ruangan yg ada di rumah itu. Bersambung.
 

Artikel Terkait