4. Border Jordania Palestina

Tujuan utama traveling kali ini sebenarnya adalah mengikuti malam takbiran, sholat Iedul Adha dan kemudian sholat Jumat di masjid Al Aqsho. Adapun kunjungan ke Jordania dan Mesir hanyalah bunga-bunga perjalanan saja. Tapi namanya sudah menginjak Jordania dan Mesir maka kenapa tidak sekalian saja mengeksplor juga.

Namun jika diruntut lebih jauh lagi maka kunjungan ke Jordania dan Mesir ini malah menjadi syarat untuk bisa berkunjung ke Palestina. Pasalnya kita tidak akan bisa masuk ke sini jika tidak melewati dua negara ini.

Palestina yang kita kunjungi adalah wilayah Tepi Barat atau West Bank. Wilayah ini hanya punya dua pintu masuk yakni border King Hussein Bridge di perbatasan Jordania dan border Taba di perbatasan Mesir. Pilihan pertama adalah masuk dari border Jordania atau border Mesir dan keluar lagi dari border yang sama. Pilihan kedua adalah masuk dari border Jordania dan keluar dari border Mesir atau sebaliknya.

Jadi jelas sekali bahwa mengunjungi Jordania atau Mesir adalah syarat mutlak untuk bisa masuk ke Palestina. Lalu oleh biro travel sekalian diarrange untuk sekaligus mengunjungi beberapa destinasi penting di Jordania dan Mesir.

Sebagai info saja, jika wilayah Tepi Barat mempunyai dua pintu masuk maka wilayah Palestina yang lain yakni Jalur Gaza atau Gaza Strip hanya mempunyai satu pintu saja yakni Pintu Rafah. Pintu ini sepenuhnya dalam kendali Mesir yang menentukan kapan dibuka dan ditutup dan siapa saja yang boleh masuk dan keluar.

Kami sampai di Amman, Jordania hari Ahad sore menjelang malam dan langsung masuk hotel. Hari kedua Senin digunakan untuk mengunjungi goa Ashabul Kahfi, Petra dan gurun pasir Wadi Rum. Selanjutnya malam itu juga menginap di Oasis Luxury Camp, sebuah resort di gurun Pasir Wadi Rum.

Kami cek out dari resort pagi hari Selasa untuk langsung bertolak ke border Israel. Sejak di Indonesia para peserta sudah diwanti-wanti berbagai tips dalam menghadapi imigrasi Israel. Salah satunya adalah jangan menunjukkan diri bisa berbahasa Inggris. Semakin fasih bahasa Inggris kita maka akan semakin panjang pertanyaan dari petugas imigrasi. Sebaliknya jika orang itu tidak bisa bahasa Inggris maka tentu saja dia tidak bisa tanya-tanya lagi.

Awalnya saya sudah menskenariokan hanya menjawab tourist, tourist, tourist saja atas apapun pertanyaan mereka. Tapi dalam perjalanan di atas bus saya dapat ide untuk mengganti dengan jawaban Indonesia, Indonesia, Indonesia saja. Rasanya jawaban ini lebih alami dari orang yang tidak mengerti bahasa Inggris.

Kami sampai di border tengah hari sekitar jam 13. Suasana agak mencekam juga karena tips lain yang diberikan adalah jangan bercanda apalagi tertawa-tawa saat di border. Ditambah lagi ada 3 orang dari rombongan kami yang ditolak visanya tanpa tahu apa kesalahannya.

Demikianlah dan kamipun sampai kantor imigrasi Israel. Seluruh barang bawaan dibawa masing-masing melewati X Ray. Beberapa anggota rombongan disita oleh-oleh kurma medjool Jordanianya. Tetapi alhamdulillah seluruh bawaan saya dan istri lolos dari pemeriksaan. Padahal istri saya juga membawa kurma yang sama.

Selanjutnya maju ke loket pemeriksaan paspor. Saya sudah siap menjawab Indonesia, Indonesia, Indonesia jika ditanya apapun. Tetapi ternyata petugasnya tidak menanyakan apa-apa sama sekali. Dia hanya diam saja, menscan paspor, memasukkan kertas kecil tanda visa dan menyerahkan ke saya.

Akhirnya semua rombongan yang sudah punya visa Israel berhasil lolos. Kecuali tiga orang yang pengajuan visanya ditolak maka mereka tidak ikut masuk ke border. Mereka akan balik ke Jordania dan kemudian akan berkumpul kembali dengan kami di Mesir.

Masalah visa Israel ini memang salah satu hal yang mengganjal bagi umat Islam yang berkunjung ke Al Aqsho. Masalahnya kita tidak mengakui kedaulatan Israel atas Al Aqsho. Tapi dengan memohon visa Israel maka artinya kita mengakui kedaulatan Israel karena kita minta izin ke mereka.

Selain itu Tepi Barat adalah wilayah Palestina. Jika kita buka peta Timur Tengah maka garis batas negara Israel tidak mencakup Tepi Barat. Kita sebenarnya tidak masuk ke Israel melainkan hanya ke Tepi Barat saja. Itu merupakan wilayah Palestina yang tersisa setelah hampir seluruh wilayah mereka dicaplok menjadi negara Israel. Jadi kenapa pula kita harus memohon visa Israel. Toh kita tidak masuk ke wilayah Israel.

Pertanyaan ini dijawah oleh tour guide orang Palestina asli yang bisa berbahasa Indonesia. Ini semua terjadi karena Palestina sedang dijajah Israel. Di sinilah saya semakin memahami bagaimana penjajahan Israel itu berlangsung walaupun dari dulu saya sudah tahu bahwa Israel itu memang penjajah.

Penjelasan tour guide lebih lanjut semakin membuka mata kita atas penjajahan dan kesewenang-wenangan Israel. Tour guide bercerita tentang pemisahan area di Tepi Barat. Tentang tanah milik Palestina tapi tidak boleh dibangun. Tentang area Israel yang tidak boleh dimasuki secara sembarangan oleh orang Palestina. Belum lagi tentang pemukiman-pemukiman ilegal Yahudi yang merampas tanah milik orang Palestina seperti yang sering kita dengar di berita. Dan semua itu terjadi di sini di Tepi Barat di wilayah yang dikatakan sebagai wilayah Palestina.

Mungkin salah satu sisi positif dengan banyaknya kunjungan orang Indonesia ke Al Aqsho ini adalah untuk membuka mata rakyat Indonesia bahwa penjajahan Israel atas Palestina itu nyata. Rakyat Indonesia yang memahami prinsip bahwa kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa akan semakin teguh membantu perjuangan rakyat Palestina.

Bersambung

Kota Jericho

 

Sebuah Toko di Jericho

Artikel Terkait