5. Sekilas Busan
Saya mencoba searching makanan halal namun hanya menemukan sekitar 6-7 resto saja. Dua di antaranya adalah resto Indonesia. Lainnya resto India dan tidak jelas. Tapi masa sudah di Korea kok malah makan di resto Indonesia.
Ternyata Korea tidak sama dengan Jepang. Di Jepang saya masih bisa menemukan ramen halal. Tapi di Korea tidak ada makanan Korea halal. Karena tidak ada pilihan lain maka kamipun menuju resto Indonesia yang ada.
Kami makan dengan lahap. Di lidah saya rasanya sangat enak. Tidak tahu juga apakah karena lapar atau memang masakannya enak sehingga saya merasakannya sangat enak. Tapi yang jelas dari segi harga sungguh tidak enak. Untuk ukuran Indonesia harga makanan kami bertiga tidak akan sampai 200rb namun di sini kami habis 600rb lebih untuk bertiga.
Kunjungan pertama kami adalah Gamcheon Culture Village, kampung warna warni di Busan. Ini adalah perkampungan padat penduduk yang rumah, dinding dan atapnya dicat dengan aneka rupa warna. Sama persis dengan kampung warna warni di Malang hanya saja di sini lebih bersih dan infrastruktur jalannya lebih bagus.
Sebenarnya tidak ada apa-apa di sini selain perkampungan padat saja. Tapi mereka kreatif menyulapnya menjadi tempat wisata yang menarik. Mereka buat spot foto yang menarik. Mereka lengkapi dengan aneka cafe dan toko souvenir. Jadilah ini menarik turis untuk datang ke sini.
Setiap orang pasti punya minat yang berbeda. Jangankan dengan orang lain, satu keluarga saja bisa berbeda-beda minatnya. Saya sudah sering menulis bahwa saya dan istri saja bisa beda minat 180⁰. Apa yang menjadi minat saya maka biasanya istri saya tidak berminat dan sebaliknya.
Dengan traveling dua orang saja sudah berbeda minat maka apalagi jika sekarang tiga orang dengan anak. Pastilah minat akan terbagi lagi menjadi tiga. Tapi saya sudah komitmen akan mengikuti apa saja itinerary yang sudah disusun anak. Jadilah saya hanya pengikut saja mau ke mana.
Contohnya ada pasar ikan yang besar di sini. Bangunan 4-5 lantai semuanya hanya menjual ikan. Belum lagi deretan ruko-ruko di depannya yang juga menjual ikan. Berbagai macam ikan dan biota laut lainnya seperti octapus, udang, lobster, pari, ubur-ubur dan ikan-ikan aneh lainnya yang jarang saya lihat ada di sana semuanya.
Bagi saya ini sangat menarik. Itu bukan karena saya pencinta ikan ataupun pengamat perikanan. Bukan sama sekali tapi hanya karena itu sesuatu yang tidak biasa bagi saya. Sekalipun itu bukan ikan namun jika itu tidak biasa maka saya akan tertarik.
Andaikan saya sedang sendirian maka niscaya saya akan menyusuri seluruh lorong demi lorong yang ada di setiap lantai. Saya akan berkeliling di komplek ruko yang semuanya juga menjual ikan. Saya perkirakan saya bisa menghabiskan satu jam sendiri di sini.
Tapi karena kami bertiga maka kami hanya lewat saja. Saya hanya dapat sekedar mengambil foto2 saja. Karena kita memang beda minat. Bagi istri saya jika sudah melihat sesuatu maka itu sudah cukup. Sedangkan saya sendiri maunya melihat dan menikmati sampai detil dan puas. Sementara anak saya sendiri masih punya banyak tujuan lain yang sudah ada di itinerary dia.
Ini semua masih mending karena kami jalan sendiri tanpa grup. Masih ada kebebasan yang bisa didiskusikan. Bayangkan betapa lebih terikatnya lagi kita jika traveling bersama grup tur yang dikelola oleh travel biro. Tidak ada kebebasan sama sekali. Saya sudah pernah mencoba ikut grup tur tersebut dan ternyata memang tetap lebih enak jalan sendiri, traveling ala backpacker walaupun bukan murni backpacker.
Bersambung