8. Solusi Tomat dan Timun
Solusi kain ihrom ternyata tidak bisa diandalkan juga. Mau tidak mau saya terpaksa mencoba solusi terakhir untuk tetap dapat sholat di dalam masjid yakni tidak meninggalkan tempat dari Ashar sampai Subuh.
Satu hal yang menghalangi kita untuk bertahan hanyalah desakan untuk buang air kecil. Keinginan BAK timbul karena adanya urin yang terkumpul di kandung kemih. Urin muncul karena kita minum air. Artinya jika kita tidak minum air maka tidak akan ada urin dan tidak akan ada desakan BAK.
Dengan filosofi sederhana ini maka saya bertekad tidak akan minum sama sekali saat buka. Mungkin saya baru akan minum saat menjelang subuh saja. Ini adalah waktu yang aman untuk minum karena seusai sholat Subuh maka kita bisa meninggalkan tempat tap kita dengan tenang.
Solusi ini saya sebut solusi tomat dan timun. Saya hanya akan makan tomat dan timun saja saat buka dan tidak akan minum sama sekali. Saya pilih tomat dan timun karena saya melihat tomat segar saat siang hari. Kelihatannya segar sekali makan tomat mentah dan timun.
Selain itu tomat sudah mengandung air. Jadi walaupun saya tidak minum maka sudah ada air yang masuk ke lambung. Beda jika buka dengan kurma dan roti. Kita pasti butuh air untuk melancarkan keduanya masuk ke perut. Kalau tidak tentu akan seret di kerongkongan jika makan kurma dan roti tanpa air.
Jadilah jam 13an saya beli tomat dan timun di dekat hotel dan siap-siap ke masjidil Haram. Saya sudah berazzam masuk masjid sejak Ashar sampai Subuh tanpa keluar untuk BAK sama sekali.
Tetapi ada saja halangan yang tidak terduga. Sudah menunggu hampir dua jam namun bus shuttle tidak ada yang lewat sama sekali sementara penumpang semakin lama semakin banyak. Bus baru datang sekitar jam 15 dan orangpun berebutan masuk.
Saya sudah biasa menunggu bus atau metro bawah tanah di Jepang atau Eropa dengan kondisi sama yakni penumpang menumpuk. Namun demikian selalu ada antrian dan penumpang masuk dengan tertib tanpa rebutan. Tapi ini di Arab. Orang berebutan masuk dengan saling tolak, dorong dan salip.
Sebenarnya saya mendambakan antrian yang tertib. Yang datang duluan silahkan naik duluan dan yang belakangan menyusul naik. Tapi bagaimana lagi. Jika tidak ikut rebutan dan dorong-dorongan maka kita tidak akan sampai ke masjid.
Karena bus shuttle yang sangat telat ini maka saya tidak bisa sholat Ashar berjamaah. Saya baru sampai di masjid setelah sholat jamaah usai. Tapi tidak apa-apa karena usai sholat adalah saat yang tepat masuk masjid. Jamaah dalam keluar dan jamaah baru datang akan masuk.
Pintu 93 tempat saya biasa masuk sekarang digunakan sebagai pintu keluar. Sayapun lalu masuk melalui pintu 92 sesuai arahan petugas.
Dari pintu 92 saya bisa sampai ke lantai satu di mana tempat tap saya berada. Tapi mengecewakan sekali, akses ke lantai 1 ditutup. Kita diarahkan terus ke atas dan untuk kesekian kalinya saya terlempar kembali ke roof top.
Saya masih optimis bisa turun lagi dan kembali ke lantai 1. Tapi petugas tidak mengizinkan. Akses ke escalator turun baru akan dibuka nanti setelah Maghrib katanya. Tapi saya ingin turun kata saya. Kalau begitu lewat pintu 85 kata petugasnya.
Sayapun sedikit berkeliling lagi mencari pintu 85. Ternyata itu tangga biasa dan kita memang bisa turun. Sampai di lantai 1 akses masih ditutup dan saya turun terus sampai ke halaman masjid. Sementara waktu sudah jam 16 lewat dan jamaah semakin membludak.
Saya kembali ke escalator pintu 92 dengan harapan bisa masuk ke lantai 1. Tapi sungguh mengesalkan karena akses masih ditutup. Kita disuruh terus ke atas dan kesekian kalinya saya terdampar lagi di roof top.
Tapi sekarang roof top sudah penuh dan semua orang sudah mengambil tempatnya. Bahkan saya sudah tidak dapat tempat lagi di roof top. Saya frustrasi dan akhirnya duduk menyempil di belakang shaf yang merupakan area jalan. Masih untung tidak diusir asykar mungkin karena sebentar lagi Maghrib.
Sesuai rencana awal maka saya berbuka hanya dengan tomat dan timun saja tanpa minum air setetespun. Saya masih punya harapan setelah Maghrib bisa turun lagi dan masuk ke lantai 1.
Begitulah maka setelah Maghrib saya turun lagi dan kembali mengulang ritual tadi. Tapi benar-benar menjengkelkan, akses ke lantai 1 tetap saja ditutup. Kembali lagi saya terdampar di roof top.
Dengan kesal akhirnya saya makan roti dan kurma pembagian ifthor dan minum sepuasnya. Tidak ada gunanya lagi menahan minum karena saya tidak tarawih dan tahajud di dalam masjid.
Sehabis tarawih saya makan besar dengan nasi bekal dan minum sepuasnya. Setelah itu turun dan BAK di toilet. Lalu balik lagi ke roof top untuk sholat tahajud. Dalam perjalanan balik ke roof top saya lihat akses ke lantai 1 masih saja tertutup dengan anggunnya. Padahal sajadah dan tempat tap saya ada di sana.
Bersambung