22. Kembali ke San Francisco
Kembali ke San Francisco seakan kembali ke kenangan lama yang sebenarnya masih baru. Pasalnya baru dua tahun yang lalu saya juga berkunjung ke San Francisco.
Kembali ke San Francisco maka saya kembali ke hotel yang dulu saya tempati. Kembali ke San Francisco maka saya mengulang lagi memori sebelumnya. Kembali ke Union Square, melihat lagi cable car yang menyusui jalan menanjak dan menurun sepanjang Powell Street dari Market Street sampai mendekati Fisherman’s Wharf.
Walau namanya cable car namun ini bukanlah kereta gantung seperti yang kita bayangkan. Ini adalah kereta wisata satu gerbong yang berjalan di rel khusus. Penumpang bisa duduk atau berdiri menikmati pemandangan kota sepanjang Powell Street.
Sebagian besar spot menarik San Francisco seperti Golden Gate Bridge, Fisherman’s Wharf, Alcatraz Island dan Union Square sudah saya kunjungi saat kunjungan dua tahun yang lalu. Sekarang saya tidak ada target kunjungan lagi selain hanya mengunjungi jalan zigzag di Lombard Street yang terkenal itu.
Adapun istri saya menargetkan ke Chinatown dan toko buku. Di Chinatown dia ingin membeli ikan segar dan sayur mayur untuk dimasak di hotel. Kami sudah sangat bosan selama sebulan hanya makan daging berupa dendeng dan rendang yang dibawa dari Indonesia.
Hotel yang kami tempati di San Francisco ini tidak menyediakan dapur. Dan kami tentu saja juga tidak membawa alat masak selain sebuah rice cooker mini yang kami beli di Walmart saat di Denver. Tapi dengan kreativitasnya maka istri saya bisa memasak sop ikan salmon dengan sangat lezatnya. Saya tidak tahu bagaimana dia berkreasi hanya bermodal sebuah rice cooker mini. Tapi yang jelas rasa sop ikannya mengalahkan rasa restoran yang paling enak sekalipun.
Sebenarnya kami sudah biasa memasak sendiri saat traveling terutama di Eropa dan Jepang. Kami paling sering menginap di apartemen yang ada dapurnya dibanding menginap di hotel. Selain bisa menikmati makanan rumahan maka keuntungan lain adalah penghematan karena tidak perlu makan di luar lagi. Tidak juga ragu lagi mengenai kehalalan makanan. Bahkan untuk makan siang kami hampir selalu membawa bekal dari apartemen.
Kembali ke bahasan tentang San Francisco. Sesuai rencana maka kami datang ke Chinatown. Di sana lengkap menyediakan segala kebutuhan makan ala Asia termasuk berbagai jenis sayuran. Selain berdagang kebutuhan harian maka banyak juga yang membuka toko souvenir.
Suasana di Chinatown San Francisco sama dengan Chinatown di tempat-tempat lain. Toko-tokonya beraksara China dan sesama mereka berbicara dalam bahasa Mandarin.
Saat jalan-jalan di seputaran Chinatown tersebut maka tiba-tiba istri saya melihat mobil tanpa sopir berhenti di lampu merah. Saya segera memfoto mobil tersebut sebelum akhirnya dia terus bergerak lurus karena lampu hijau sudah menyala.
Mobil tersebut berwarna putih. Ada tulisan Waymo di sisi kiri bagian belakang. Lalu ada alat sensor di atas atap dan di kap mesin depan kiri dan kanan.
Selanjutnya saya masih beberapa kali lagi bertemu mobil tanpa sopir itu di area lain di jalanan San Francisco. Pada beberapa lokasi saya sempat mengambil videonya, mobil yang berjalan sendiri tanpa ada orang di dalamnya itu. Rasanya aneh sekali melihat ada mobil kosong tanpa orang berlalu lalang di jalan raya dengan leluasa.
Menurut info mobil tanpa sopir itu sudah beroperasi secara komersial untuk publik di San Francisco, Los Angeles dan Phoenix. Katanya bisa dipesan melalui Uber.
Saya lalu cek di Uber namun tidak ada fasilitas untuk order Waymo. Lalu ada info lagi bahwa kita harus download dulu app Waymo One untuk bisa mengorder. Namun yang muncul adalah tulisan this item isn’t available in your country saat saya coba download dari playstore. Padahal posisi saya sedang di San Francisco.
Mungkin karena nomor yang saya pakai adalah nomor Indonesia maka app tersebut menolaknya. Jadi akhirnya saya tidak bisa merasakan sensasi naik mobil tanpa sopir tersebut.
Agenda kedua di San Francisco adalah ke Lombart Street yang tidak sempat saya kunjungi dua tahun yang lalu. Itu adalah sepotong ruas jalan di Lombar Street yang jalannya menurun dan berbelok-belok zigzag sebanyak delapan belokan tajam. Di sepanjang jalan ditanami bunga aneka warna sehingga sangat menarik sekali. Di kiri kanannya adalah rumah tinggal yang memang ditinggali orang.
Banyak turis yang datang ke sini. Mereka mengambil foto dan menyusuri jalan tersebut dengan berjalan kaki dari atas sampai ke bawah. Ada juga yang menyusuri jalan zigzag tersebut dengan memakai mobil.
Dari Lombart Stree kami ke Francisco Park yang tidak jauh dari sana. Sama seperti taman-taman di kota lain yang kami kunjungi sebelum ini maka Francisco Park ini juga terawat. Banyak warga yang duduk-duduk sambil berjemur matahari yang bersinar cerah di akhir musim semi ini.
Agenda terakhir di San Francisco adalah mencari buku untuk kebutuhan sekolah TKIT Bina Auladia dan SDIT Plus Cordova. Istri saya ingin mencari buku kurikulum berpikir kreatif untuk anak. Tapi sayangnya tidak ketemu meskipun kami sudah mencari di tiga toko buku. Akhirnya istri saya membeli belasan buku lain tentang pendidikan anak, kreatifitas dan psikologi remaja yang nantinya akan diadaptasi menjadi kurikulum khas Cordova.
Dengan demikian berakhirlah traveling Amerika 2 ini. Dimulai dengan membawa rombongan 10 orang dari New York ke Buffalo, Niagara, Boston dan kembali ke New York. Lalu setelah rombongan pulang maka kami berdua melanjutkkan ke Denver, Rocky Mountain, Idaho Spring, Salt Lake City, Emeryvile, Oakland, Berkeley, Yosemite, dan berakhir di San Francisco.
Sampai jumpa di traveling berikutnya di lokasi yang berbeda dengan cerita yang berbeda pula. Insya Allah.
Tamat