21. Inovasi Baru Ljubljana

Backpacker italy, swiss dan balkan

 

21. Sebagai backpacker dengan budget sangat terbatas maka yg ada dalam pikiran hanyalah bagaimana agar bisa berhemat, berhemat dan berhemat. Namun walau sudah begitu, tetap saja realisasi pengeluaran selalu melebihi budget yg sudah disiapkan.

 

Kali ini saya mengalami dilema antara menghemat dengan menjaga stamina fisik. Ceritanya begini. Saya hanya memplot stay satu malam saja di setiap kota, kecuali jika kota itu memang menarik atau tergolong mainstream. Misalnya roma, venesia, zurich, beograd (serbia) dan sarajevo (bosnia herzegovina) saya plot dua malam. Lainnya seperti florence, milan, ljubljana (slovenia), zagreb (kroasia), podgorica (montenegro), prishtina (kosovo) , tirana (albania), skopje (macedonia) , sofia (bulgaria) dan bucharest (rumania) hanya saya plot satu malam saja.

 

Masalahnya stay hanya satu malam itu saja sangat melelahkan secara fisik. Bayangkan, kita baru sampai di suatu kota katakanlah siang atau sore dan langsung cek in di penginapan. Waktu yg tersedia siang/sore sampai malam itulah digunakan untuk jalan2 mengeksplor kota tersebut. Lalu malamnya sudah harus packing lagi utk keberangkatan besok. Besoknya pagi2 sudah cek out dari penginapan untuk menuju kota berikutnya. Sesampainya di kota berikutnya siang atau sore maka siklus di atas akan berulang lagi.

 

Untuk mensiasati fisik yg terlalu lelah jika hanya menginap semalam saja maka saya mencoba suatu inovasi baru. Dua buah kota yg berdekatan saya gabung menginapnya di salah satu kota saja. Nanti kota yg satu lagi akan dikunjungi dalam sehari yakni pergi pagi dan balik lagi ke penginapan sorenya. Saya pikir ini akan menjadi sebuah terobosan yg hebat dan solusi yg smart.

 

Inovasi ini saya uji coba utk kota ljubljana (slovenia) dan zagreb (kroasia) yang berjarak 2,5 jam perjalanan. Awalnya yg saya plot satu malam di ljubljana dan satu malam di zagreb diubah menjadi dua malam di zagreb. Sabtu siang sesampai di zagreb kami langsung cek in. Lalu siang dan sore sampai malamnya kami berkeliling zagreb. Untungnya semua objek wisata zagreb terpusat di suatu area saja yg bisa dicapai dg jalan kaki dari penginapan.

 

Minggu pagi jam 7 kami sudah berangkat ke ljubljana (slovenia) setelah sebelumnya memesan tiket flixbus utk keberangkatan jam 7 pagi dan kepulangan jam 15.35 sore. Dan di sinilah dilemanya antara menghemat dan menjaga stamina fisik. Jika ingin menghemat maka sebenarnya kami harus menginap semalam di ljubljana dan semalam di zagreb sehingga pengeluaran uang transpor hanya utk sekali saja yakni ljubljana-zagreb saja. Beda dengan sekarang yg harus membayar dua kali karena membeli tiket zagreb-ljubljana pp. Begitu juga tiket bus zurich-zagreb yg tentu saja lebih mahal daripada tiket zurich-ljubljana krn lebih jauh jaraknya.

 

Dilema kedua adalah waktu yg terbuang. Dengan inovasi ini maka kami kehilangan waktu sampai 5 jam karena harus menempuh perjalanan zagreb- ljubljana 5 jam pp.

 

Dengan pengalaman di atas maka ternyata dilema saya tetap saja belum terpecahkan. Saya tetap saja merasa dilema antara menginap satu malam di setiap kota atau menggabung dua malam di satu kota.

 

Dilema yg lain lagi adalah dilema antara planned traveling atau spontaneous traveling. Masing2 punya kelebihan dan kekurangan. Planned traveling artinya kita sudah menyiapkan semuanya sejak di indonesia. Penginapan sudah dibooking sejak di indonesia sesuai itinerary kapan jadual kedatangan dan meninggalkan suatu kota. Dg planned traveling kita tidak pusing2 lagi membuat rencana dan mencari penginapan. Kita tinggal ikuti saja itinerary yg ada.

 

Kekurangan planned traveling adalah kita jadi terikat dg jadual dan tidak bebas lagi. Tidak bisa lagi seenaknya mau berapa lama di sebuah kota, tdk bisa lagi mau memperlambat atau mempercepat kedatang dan kebebasan lainnya.

 

Sebaliknya spontaneous traveling memiki kebebasan yg sangat bebas. Kita bisa seenaknya kapan mau meninggalkan suatu kota dan kapan mau mendatangi kota lain. Tapi kekurangannya juga sangat berat. Kita dipusingkan dg mencari penginapan dan transportasi setiap hari. Semuanya adalah the last minute deals sehingga selalu ada risiko seperti tidak dapat tiket, harga tiket melonjak, tidak dapat penginapan atau hanya tersedia penginapan di atas budget yg ada.

 

Saya pernah melakukan keduanya baik planned traveling maupun spontaneous traveling. Backpacker 10 negara eropa, jepang, singapore, malaysia, thailand dan china saya lakukan secara terplanning. Semua penginapan sudah dibooking dari indonesia. Sebaliknya backpacker turki saya lakukan secara spontan dan hasilnya memang perjalanan yg mendebarkan krn banyak sekali ketidakpastiannya sampai hampir saja kami terkatung2 di cappadocia turki. Tapi saya juga merasakan kebebasan yg sangat bebas tanpa dikejar2 waktu utk kapan mau pindah kota.

 

Sekarang backpacker italy, swiss dan balkan saya lakukan secara kombinasi. Khusus italy dilakukan secara well planned sedangkan swiss dan balkan secara spontan. Jadilah skrg tiap hari saya harus cari penginapan dan cari transportasi pada last minute. Dan risikonya sudah saya terima saat harus bayar tiket bus zurich-zagreb seharga dua kali lipat dari seharusnya karena terlambat melakukan reservasi.

Artikel Terkait