Tahun 2019 saya masih sempat melakukan empat kali traveling yakni backpacker Jepang 2, backpacker Turki, backpacker Umroh Ramadhan dan backpacker Italy, Swiss dan Balkan. Adapun untuk tahun 2020 sudah direncanakan tiga traveling yakni backpacker Jepang 3, backpacker Australia dan backpacker Amerika Canada.
Semua persiapan sudah dilakukan. Bahkan tiket Jepang dan Australia sudah issued saat kemudian pandemi menyerang. Awalnya saya merasa biasa2 saja saat ada berita wabah covid di China pada akhir 2019. Lalu berita covid di Jepang dan Italy. Saat itu saya biasa2 saja karena menduga wabah akan berakhir dalam waktu tidak terlalu lama.
Walaupun dunia sudah mulai heboh namun karena sampai awal 2020 wabah masih belum masuk ke Indonesia maka saya masih yakin akan tetap berangkat. Apalagi keberangkatan ke Jepang masih beberapa bulan lagi. Ke Australia masih pertengahan tahun. Apalagi ke Amerika yang rencananya akhir tahun.
Jadi waktu peserta backpacker Jepang 3 menanyakan apakah jadi berangkat maka saya menjawab dg yakin tetap berangkat. Tapi kenyataan berkata lain. Bulan Maret itu covid sudah masuk ke Indonesia. Kasus di Jepang juga sedang meningkat. Saat itu penerbangan ke Jepang sebenarnya belum ditutup tapi justru saya yg khawatir dg covid. Seluruh orang yg saya kenal juga melarang utk berangkat.
Ini benar2 dilema karena tiket sdh dibeli. Apartemen di Tokyo dan Osaka juga sdh dipesan dan sdh dibayar. Semua tdk bisa direfund. Namun dg pertimbangan bahwa taruhan covid ini adalah nyawa dan nyawa selamanya tdk bisa dinilai dg uang apalagi sekedar harga tiket dan sewa apartemen maka akhirnya saya memutuskan membatalkan backpacker Jepang 3. Semua uang yg kita bayarkan jadi hangus termasuk tiket bus Tokyo-Osaka yg juga sdh dibayar.
Selain tiket ke Jepang maka tiket ke Australia juga sdh dibayar. Soalnya tiket Australia ini sdh dipesan jauh2 hari agar dapat harga murah. Saya masih optimis bisa berangkat krn waktunya masih bbrp bulan lagi. Nanti covid tentu sdh reda.
Tapi seperti yg kita ketahui covid bukannya mereda namun malah menuju puncak di pertengahan 2020 itu. Semua negara menutup diri, semua penerbangan internasional dicancel dan tentu saja termasuk Australia. Singkat cerita rencana backpacker Australiapun batal.
Biasanya saya traveling hanya berdua dg istri. Tapi utk lokasi yg dekat2 dan harga tiket relatif terjangkau maka kami mengajak seluruh empat orang anak. Jadi kami sekeluarga berenam pernah traveling ke Singapura, Malaysia, Thailand dan Jepang. Adapun utk Australia ini krn relatif dekat dan harga terjangkau maka kami juga mengajak semua empat anak.
Walaupun batal namun untuk Australia ini masih ada untungnya krn apartemen belum dipesan. Tiket juga tdk hangus krn ini adalah kondisi force majeur. Maskapai memperpanjang masa berlaku tiket sampai tahun depan.
Tiket kami enam orang ke Australia memang tdk hangus krn kondisi force majeur di mana Australia menutup diri. Tapi tiket Jepang hangus krn kondisi bukan force majeur namun kami yg membatalkan. Saat itu Jepang memang masih membolehkan penerbangan ke Jepang. Jadi tiket hangus krn kami yg membatalkan berangkat ke Jepang.
Maskapai melakukan kebijakan dengan memperpanjang masa berlaku tiket sampai tahum depan atau 2021. Tapi ternyata covid masih merajalela tahun itu sehingga traveling ke Australia tetap masih belum memungkinkan.
Saya sudah khawatir saja tiket hangus namun ternyata maskapai melakukan kebijakan lain. Sekarang bukan masa berlaku tiket yg diperpanjang namun harga tiket dikreditkan ke akun saya. Jadi saya bisa membeli tiket ke mana saja tdk hanya ke Australia sepanjang masih memenuhi plafon dana yg dikreditkan di akun saya.
Satu sisi ini menguntungkan namun sisi lain merugikan juga. Soalnya saya dapat tiket Autralia ini pada harga promo sehingga cukup utk 6 orang. Tapi jika dikonversi menjadi kredit akun maka nilainya hanya cukup utk 3 orang saja krn tidak dapat harga promo lagi.
Saya masih bisa menerima kebijakan ini walau memang agak rugi. Karena itu saya mulai mereka-reka untuk mengalihkan tiket ini ke Korea saja. Pertimbangannya tiket ke Korea lebih murah daripada Australia.
Saat masih mereka-reka itulah tiba2 saya dapat email lagi dari maskapai yg mengatakan kredit akun diubah menjadi voucher seharga pembelian tiket di awal. Awalnya saya kira sama saja antara kredit akun dan voucher tiket karena nilai nominalnya tidak berubah. Tapi ternyata perkiraan saya keliru krn konsumen lebih banyak dirugikan.
Kredit akun tdk membatasi tujuan perjalanan selama masih memenuhi plafon kredit yg ada. Sebaliknya voucher tiket membatasi tujuan destinasi hanya dua tujuan saja yakni Seoul dan New Delhi walau ada embel2 akan menyusul kota2 lain.
Sebenarnya bagi saya tdk masalah juga karena saya memang ada rencana ke Korea. Tapi yg mengejutkan dan merugikan konsumen adalah ketentuan lain yakni voucher hanya bisa digunakan dari Kuala Lumpur saja. Artinya jika saya mau ke Seoul maka saya harus membeli lagi tiket Jakarta-Kuala Lumpur dan tiket pulang Kuala Lumpur-Jakarta.
Dengan sistem kredit akun maka saya tidak perlu menambah biaya lagi sepanjang tiket yg diambil masih masuk plafon. Tapi dg sistem voucher tiket maka saya dipaksa utk menambah biaya lagi pembelian tiket Jakarta-Kuala Lumpur pp. Jika dihitung2 maka biaya traveling ke Korea nyaris jadi dua kali lipat dari seharusnya gara2 harus beli tiket Jakarta-Kuala Lumpur pp.
Aturan baru ini benar2 membuat saya kesal. Jika pakai voucher maka biaya perjalanan membengkak hampir dua kali lipat. Jika voucher tdk digunakan maka ada uang saya yg hangus begitu saja senilai 6 tiket promo Australia saat itu. Jadi ini benar2 buah simalakama, jika dimakan ibu mati tidak dimakan bapak mati.