3. Merencanakan Itinerary

Pekerjaan berikut yg harus dilakukan adalah merencanakan itinerary. Tidak seperti menyusun itinerary traveling lainnya seperti Eropa, Turki dan Jepang yg bisa saya lakukan sendiri maka untuk Amerika saya justru tidak pede. Saya banyak bertanya dan minta pendapat kepada beberapa orang yg saya lihat punya kompetensi apakah karena pernah tinggal di Amerika ataupun karena sering ke Amerika.

Traveling Amerika ini agak beda dg traveling lain yang pernah saya lakukan. Masalahnya karena info2 yang saya dapatkan banyak yang justru menurunkan excitingnya traveling. Ada yg mengingatkan bahwa slump area jika disebutkan berbahaya maka itu benar berbahaya. Ada berita penembakan masal yg banyak terjadi yang disinyalir krn bolehnya kepemilikan senjata di Amerika. Bahkan ada berita yg mengatakan jumlah senjata api yg beredar melebihi jumlah populasi penduduk Amerika sendiri.

Lalu ada lagi pengakuan bahwa sistem transportasi publik di Amerika tidak sebagus di Eropa. Katanya transportasinya based on mobil pribadi bukan bus umum. Oleh karena itu kebanyakan teman2 saya menyewa mobil untuk traveling dibanding naik bus umum. Apalagi yang untuk perjalanan antar kota atau antar negara bagian.

Ada yg pernah menyetir sendiri dari east coast ke west coast dan menyarankan saya utk melakukan hal yg serupa. Tentu saja saya sdh menyerah duluan atas saran ini. Bagi saya itu adalah pekerjaan tidak masuk akal menyetir sejauh itu. Bayangkan saja, jarak pantai barat ke pantai timur Amerika mungkin sama dengan jarak dari Sabang sampai Merauke. Jangankan menempuh Sabang Merauke dg menyetir sendiri, menempuh Padang Jakarta saja saya sudah teler bukan main.

Faktor jarak yang saling berjauhan memang jadi kendala besar di Amerika. Beda sekali dg Eropa yg jarak antar kota bahkan antar ibukota negaranya semua relatif dekat. Yang paling jauh dari Berlin ke Amsterdam hanya 6 jam dg bus. Dari Amsterdam ke Brussels, Budapest ke Wina, Wina ke Praha, Praha ke Berlin, itu semua hanya sekitar 2 jam saja. Begitu juga dari Ljubljana ke Zagreb, Zagreb ke Beograd, Sarajevo ke Podgorica, Podgorica ke Tirana, itu semua juga sekitar 2-3 jam saja.

Kita dapat dengan mudah ke mana saja ke seluruh pelosok Eropa dg transportasi publik bus atau kereta. Karena itu saya ingin melihat langsung apa benar susah mendapatkan transportasi publik di Amerika. Saya sulit membayangkan bahwa sebuah negara maju seperti Amerika namun susah transportasi publiknya. Padahal negara Balkan saja seperti Albania dan Kosovo yg jelas tidak semaju Amerika namun saya masih mudah memanfaatkan transportasi publik di sana.

Kembali ke soal itinerary maka awalnya saya ingin rombongan menghabiskan east coast dulu baru ke Canada. Saya membayangkan tetap tinggal di Canada saat mereka balik ke New York untuk pulang. Saya ingin mengeksplor Canada sendirian karena bersama rombongan pasti tidak puas dan tidak maksimal. Tapi sayangnya itinerary rombongan tidak bisa diubah yakni ke Canada dulu baru ke east coast. Jadi kalau saya ngotot mau eksplor Canada maka saya harus balik lagi ke Canada dari New York saat rombongan pulang.

Ini tentu saja opsi yang sangat tidak efisien dan tidak efektif. Belum lagi saya dapat cerita bahwa melewati border imigrasi Amerika Canada itu ribet bahkan utk mereka yg sudah permanent residence. Apalagi bagi turis. Apalagi yg beberapa hari yg lalu sdh masuk Canada lalu masuk lagi ke Canada. Pasti akan semakin ribet. Maka oleh karena itu opsi balik ke Canada saya hilangkan dari itinerary.

Sekarang tujuan saya adalah mengeksplor east coast secara maksimal dengan mengunjungi destinasi2 yang belum sempat dikunjungi oleh rombongan. Karena itu saya plot tambahan stay di New York 3-4 hari. Lalu saya lihat lagi di peta apa spot di east coast yg perlu dikunjungi. Saya lihat Maryland apalagi Miami sudah terlalu jauh. Sedangkan Philadelphia, Washington dan Boston sudah masuk dalam itinerary rombongan.

Selanjutnya dari New York saya akan ke Chicago dulu sebelum lanjut ke west coast melalui jalur tengah Amerika. Dari Chicago banyak pilihan apakah ke St Louis dulu, Oklahoma dulu atau Denver dulu.

Area west coast yg jadi common destination jelas Las Vegas, Los Angeles dan San Fransisco. Semua kota itu saya plot masing2 4 hari. Tapi sebelum ke Las Vegas maka saya mampir ke Phoenix dan Flagstaff dulu karena saya mau ke Grand Canyon. Tapi ada lagi masukan lain bahwa saya bisa ke Grand Canyon dari Las Vegas saja. Ini masuk akal krn saya juga tdk tahu mau ngapain di Phoenix dan Flagstaff. Dua kota ini saya masukkan hanya karena saya bisa naik pesawat dari New York ke Phoenix. Itupun jika saya tidak jadi ke Chicago dulu. Adapun Flagstaff saya masukkan karena katanya ini kota terdekat ke Grand Canyon.

Kalau punya kuasa sebenarnya saya ingin menapak tilas kisah petualangan Dr. Karl May dg tokoh Old Shatterhand dan Winnetounya di daerah wild west. Kota Tucson dalam buku Raja Minyak. Sungai Gila dalam buku Winnetou Ketua Suku Apache. Pegunungan Mogollon dalam buku Old Shatterhand sebagai Detektif. Padang pasir Llano Estacado dalam buku Llano Estacado. Kota Albuquerque dalam buku Wasiat Winnetou.

Saya ingin melihat gurun Nevada, pegunungan Rocky Mountains, padang perburuan suku Sioux Ogalalla, daerah jelajah suku Apache dan Comanche dan puluhan tempat2 lain yg disebutkan oleh Karl May dalam buku2nya.

Tapi saya tahu tdk akan mungkin ke sana karena faktor jarak dan akses. Lagipula landscape yg digambarkan Karl May abad ke 19 tentu sudah berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Jadi saya sudah cukup puas dengan berkunjung langsung ke rumah Karl May di Radebaul dekat Dresden sekitar 20 tahun yg lalu.

Traveling kami yg terakhir adalah backpacker Italy, Swiss dan Balkan. Waktu itu kami mengunjungi 9 negara dg bawaan yg lumayan jadi beban karena dibawa ke mana2 saat pindah2 kota yakni dua koper bagasi, dua koper kabin, satu ransel punggung dan satu tas selempang. Saking repotnya maka saat itu kami sempat bertekad bahwa utk traveling berikutnya cukup membawa sedikit barang saja.

Awalnya saya kira tekad ini bisa diwujudkan. Saat packing bawaan keperluan pribadi saya hanya setengah koper bagasi saja. Koper kabin dan ransel punggung masih kosong. Karena itu saya sudah optimis saja bahwa bawaan kali ini bisa lebih ringkas.

Ternyata itu baru bawaan keperluan pribadi saya saja. Setelah ditambahkan keperluan istri dan keperluan bersama seperti stok makanan maka tetap saja dua koper bagasi, dua koper kabin dan satu ransel full penuh. Padahal kami tdk membawa rice cooker seperti saat ke Eropa dulu walau sebenarnya sudah disiapkan dan memang akan dibawa. Rice cooker batal karena ada info tegangan listrik di Amerika adalah 110 V sedangkan semua peralatan listrik kita 220 V.

Walau sudah berusaha mengurangi namun tetap saja semuanya penuh total. Bahkan setelah ditimbang ada kelebihan berat sedikit alias over bagage. Jadilah tekad hanya tinggal tekad saja. Realisasinya tetap saja bawaan yg banyak dan merepotkan.

Perjalanan ke Amerika dimulai dari Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta jam 01.00 dini hari. Perjalanan Jakarta – New York akan transit di Doha, Qatar selama 3 jam. Perjalanan Jakarta – Doha 8 jam dan Doha – New York 12 jam sehingga total 20 jam duduk di atas pesawat. Artinya nyaris 24 jam kita hanya duduk menghabiskan waktu di dalam pesawat.

Dalam perjalanan Jakarta – Doha makanan boleh dibilang berlimpah di pesawat. Saya masih kenyang saat hidangan pertama dibagikan karena sebelum boarding saya makan dulu. Beberapa saat sebelum landing makanan dibagikan lagi dan saya sdh tidak sanggup lagi memakannya. Akhirnya makanan tersebut saya masukkan tas saja utk dimakan nanti.

Sesampai di Doha kami turun untuk pindah pesawat. Seharusnya untuk transit tidak ada pemeriksaan barang lagi karena hanya pindah pesawat saja. Tapi saya dapat cerita karena ini adalah penerbangan ke Amerika maka ruang boarding adalah jurisdiksi Amerika walau itu bandara Doha. Jadi pemeriksaan ketat dilakukan lagi termasuk tidak boleh membawa makanan dan minuman.

Saya sudah telanjur bawa makanan dari pesawat dan kebetulan skrg saya sdh lapar lagi. Jadi sebelum masuk pemeriksaan ruang boarding maka saya makan dulu makanan dari pesawat tadi.

Khusus penerbangan Doha – New York maka perjalanan selama 12 jam di dalam pesawat adalah sesuatu banget. Sama seperti sebelumnya maka makanan juga berlimpah. Hiburan juga tersedia melimpah di fasilitas audio video yg ada di sandaran kursi depan kita. Tapi semua itu tdk cukup membantu utk meredakan bosannya berada 12 jam penuh di di dalam pesawat.

Saya sudah utak atik semua channel dan program yang ada. Tapi begitulah, hanya utak atik saja tanpa ada selera untuk menonton apapun. Sebenarnya saya bisa isi waktu dengan menulis catatan backpacker ini. Tapi semua sudah saya tulis dalam perjalanan Jakarta – Doha. Jadilah akhirnya waktu 12 jam diisi dengan tidur, utak atik channel, makan, duduk diam, sholat di kursi, ke toilet dan sekali2 peregangan kaki.

 

Di dalam pesawat

Artikel Terkait