DIAM ITU EMAS
oleh Ida Saidah
Ketika teringat hadist Rosululloh SAW yang mengatakan : “Berkata yang baik, atau diam”, memory saya langsung tertuju pada sikap dan budaya sebagian besar masyarakat ‘Jepang’. Betapa tidak, selama enam hari mengikuti perjalanan study banding ke Jepang saya melihat sendiri bagaimana interpersonal antar mereka ketika berada di tempat-tempat umum ataupun ketika dalam waktu kerja.
Terlihat waktu saya mengikuti kunjungan ke pabrik TOYOTA dan PANASONIC. Ketika jam-jam kerja, mereka menjadi manusia-manusia yang fokus dengan apa yang dikerjakan, sedikit bicara dan menuntut profesionalitas dan ketika waktunya istirahat, mereka betul-betul memanfaatkan waktu tersebut untuk mengistirahatkan kondisi fisiknya dengan tanpa banyak berbicara pada yang lain. Sungguh saya angkat jempol untuk budaya kerja masyarakat Jepang. Bagi saya membentuk budaya seperti itu membutuhkan waktu panjang dan itu merupakan sebuah proses, tidak terjadi dengan sendirinya dan dalam waktu yang singkat. Saya meyakini budaya ini terkait dengan pendidikan dalam keluarga dan pemahaman mereka tentang ‘DEWA’. Prof. Muna katakan bahwa masyarakat Jepang sangat mengagungkan Dewa dalam setiap sisi kehidupannya. Dewa harus diagungkan ketika melakukan sebuah pekerjaan. Ada 88 Dewa bagi masyarakat Jepang yang selalu melihat, mengontrol apa yang dilakukan. Ketika mereka makan, maka makan harus dihabiskan, karena kalau tidak Dewa akan marah. Ketika mereka bekerja, maka kerja harus tuntas dan tertib, jika tidak Dewa akan marah, begitu seterusnya. `
Ketika saya berada di tempat umum seperti di stasiun kereta, mall, saya melihat sikap yang sama dari masyarakat Jepang, yaitu menghargai waktu, disiplin dan fokus, sedikit bicara. Terkesan mereka sangat menghargai privacy orang lain. Saya melihat sendiri bagaimana antar penjaga toko “jam” tidak saling berkomunikasi padahal waktu itu tidak ada pembeli. Tangan dan mata mereka bekerja, ketiadaan pembeli bukan membuat mereka asyik bercengkrama dengan sesama penjaga toko, tapi yang ada tetap bekerja dengan mengelap dan membersihkan apa yang dilihatnya tampak kotor atau berdebu. Coba yaa kalau penjaga mall di negara kita, tidak ada pembeli yaa kesempatan waktu untuk bisa cekikikan membahas sesuatu. Hehe..
Apa yang saya lihat budaya masyarakat Jepang di tempat kerja atau di tempat umum terasa indah sekali. Saya langsung membandingkan dengan ajaran agama saya – Islam -. Apa yang diyakini dan dilakukan masyarakat Jepang dalam Islam pun ada dengan apa yang disebut dengan “IHSAN”. Yaitu berbuat baik seolah-olah kamu melihat Alloh, dan jika kamu tidak melihat Alloh, maka Alloh lah yang melihatmu. Seandainya saja sebagian besar penduduk Indonesia ini yang mengaku beragama Islam mengamalkan Ihsan ini, maka dapat dipastikan Indonesia dapat menjadi negara berkembang, tidak ada budaya korupsi, tidak ada budaya menghambur-hamburkan waktu, tidak ada budaya malas dan sebagainya. – ah khayalan saya terlalu tinggi ya -.
Budaya Jepang yang termasuk saya kagumi adalah rasa penuh penghormatan dan penuh kasih sayang antar sesama. Kita lihat bentuk itu dalam membungkuknya badan dalam setiap salam pertemuan maupun salam perpisahan dengan tanpa lupa senyum yang selalu terkembang. Sejuk sekali mata ini melihatnya dan terasa nyaman. Seandainya warga negara Indonesia khususnya sebagian besar muslim mengamalkan ajaran agamaNya dengan apa yang dinamakan ‘Ihtirom’ terhadap sesama dalam bentuk ucapan salam ‘Assalamu’alaikum’ sambil memeluk erat lawan bicara. Maka akan lebih terasa ‘Persatuan bangsa’ ini.
Beda bangsa beda budaya. Beda Indonesia beda juga Jepang. Budaya ‘jujur’ Indonesia berbeda dengan budaya ‘jujur’nya bangsa Jepang. Konon katanya Jepang saking menghargai antar sesama dan adanya control dari Dewa. Tingkat kejujuran Bangsa Jepang sangat tinggi. Kita dengar di berita-berita, masyarakat jepang banyak yang melakukan ‘Harakiri’ sebagai ungkapan diri karena melakukan kekeliruan sikap dan perbuatan seperti korupsi atau ketidakmampuan melakukan sesuatu, adanya perasaan malu, mereka tidak segan-segan untuk bersegera mengundurkan diri atau melakukan perbuatan keras seperti ‘harakiri’ itu.
Budaya lain dari jepang yang tak kalah serunya adalah tentang KEBERSIHAN. Mungkin bagi masyarakat Jepang, Bersih itu adalah hal yang biasa, karena sudah jadi habbit dan sudah melekat dalam hidup mereka, makanya dibanyak tempat baik di jalan umum, atau di gang bahkan dalam kamar mandi / toilet baik di bandara, hotel tempat kami menginap, di sekolah-sekolah yang kita kunjungi atau toilet di tempat umum lainnya, semuanya tampak bersih dan nyaman. Saya betah dan menikmati, berlama-lama berada di kamar mandi hotel sambil dengarkan musik dari telepon genggam saya. Saya sengaja selalu menyatakan diri kepada teman sekamar saya Ibu Sudi dari Purwokerto untuk mandi belakangan. (he..he). Bahkan saking bersihnya sebuah toilet sekolah Shitennougi, saya dan Mbak Frenda berebut siapa yang akan duluan di foto untuk menjadi ‘Foto Model Toilet’ tersebut.