Kisah Fathan Menembus ITB

Fathan memulai pendidikannya di KB dan TKIT Bina Auladia, lalu dilanjutkan ke SDIT Plus Cordova dan meneruskan ke SMP Model Ar Riyadh. Prestasi akademiknya selama di SD dan SMP tergolong biasa2 saja. Soalnya kami sebagai orang tua juga tidak pernah menekan anak untuk hebat di bidang kognitif.

Pengalaman menunjukkan bahwa kebanyakan orang sukses bukanlah karena faktor kognitif tapi lebih pada watak dan karakter. Selain itu faktor agama juga jauh lebih penting daripada sekedar pintar kognitif. Sholat dan mengaji Quran adalah harga mati yg kami tekankan pada semua anak. Karena itu kami lebih bangga pada Fathan yang bisa hafal quran 5-6 juz, sesuatu yg melebihi rata2 temannya, daripada prestasi juara kelas.
Selepas SMP Fathan melanjutkan pendidikannya di sekolah boarding SMA Pesantren Unggul Al Bayan. Selama 3 tahun di sini dia juga menunjukkan prestasi akademik yg tidak terlalu istimewa. Peringkatnya adalah 40an besar dari 112 teman2nya seangkatan. Tapi tetap tidak ada masalah bagi kami karena suasana sekolah boardingnya sangat kondusif untuk pelajaran dan pengamalan agama. Dia dapat menambah hafalan qurannya dan ditunjuk jadi salah satu imam di masjid sekolah.
Namun demikian SMA PU Al Bayan tdk hanya unggul di bidang pendidikan agama namun juga unggul dalam prestasi akademik. Setiap tahunnya selalu meloloskan 95 % siswanya ke PTN. Sisanya melanjutkan kuliah di luar negeri atau di PTS lainnya.
Alumninya sudah diakui oleh berbagai PTN terkemuka sehingga ITB, Unpad dan IPB selalu menerima siswa undangan dari Al Bayan melalui jalur SNMPTN. Lainnya diterima di ITB, Unpad, UI, Undip, ITS, Unair, UB, UGM dll melalui jalur ujian tulis SBMPTN dan ujian mandiri.
Salah satu strategi sekolah menembus PTN adalah dengan menyelesaikan semua materi SMA di semester 5. Dengan demikian pada semester 6 anak2 sudah fokus pada persiapan seleksi masuk PTN.
Saat kelas 10 dan 11 Fathan belum punya minat dan passion pada jurusan dan PT tertentu. Dia bilang minatnya sama saja ke semua jurusan. Bahkan ada terbersit untuk mengambil jurusan Hubungan Internasional krn ada juga minat jadi diplomat.
Secara prinsip kami menyerahkan pilihan pada anak. Paling hanya memberikan pandangan2 saja sebagai bahan pemikiran. Karena itulah maka saya agak kaget juga ketika di akhir masa SMA dia bilang ingin ke Teknik Industri. Malah seolah2 sdh harga mati harus Teknik Industri. Kemudian masuk ITB juga mulai menjadi obsesinya. Maka saat undangan SNMPTN dia dengan yakin

memilih peminatan teknik idustri ITB Jatinangor dan FTI ITB Ganesha. Tapi dalam hati sudah siap gagal karena realistis rankingnya kalah bersaing dengan teman2nya ranking yg lebih tinggi. Dan benar saja, saat pengumuman SNMPTN dia tdk lolos. Beberapa temannya dg ranking yg lebih baiklah yang diterima di ITB.

Dari awal memang sudah diset bahwa perjuangan utamanya adalah di SBMPTN dan ujian mandiri. Karena itu pilihan SBMPTN haruslah realistis sehingga dia tidak berani pilih ITB dua2nya. Pilihan dibagi dua yakni pilihan satu FTI ITB dan pilihan dua TI ITS. Takdir menentukan dia lolos di pilihan kedua yakni TI ITS.
Yang sedikit menyesakkan adalah ternyata nilai UTBKnya masuk utk pilihan FTMD (Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara) ITB. Jadi seandainya dia memilih FTMD ITB sebagai pilihan kedua maka dia akan lolos. Saya sendiri tidak menyangka bahwa FTI di atas FTMD. Ternyata peminat FTI sangat banyak tahun ini sehingga persaingan sangat ketat.
Sebenarnya masih ada harapan di jalur mandiri. Tapi Fathan tdk begitu berharap lagi. Katanya anak yg sdh diterima SBMPTN maka tipis harapan akan diterima di mandiri ITB. Bukankah dia sudah diterima di TI ITS. Jadi saat memasukkan pilihan di mandiri ITB boleh dikata hampir tanpa harapan. Jadi dia memilih dengan nothing to loose sehingga dipilihlah pilihan satu FTMD dan pilihan dua STEI.
O ya, untuk cadangan dan jaga2 maka sebelum SNMPTN dia juga mendaftar dan sudah diterima di Universiti Teknologi Malaysia. Ini adalah plan B jika plan A gagal di semua jalur PTN. Paling tidak dia sudah diterima di UTM.
Sehari sebelum pengumuman mandiri ITB kami ke Bandung. Dia bilang ingin melihat kampus ITB. Tapi ternyata kampus masih lock down dan tidak boleh masuk. Lalu dia ambil foto saja di gerbang depan dg latar belakang tiang STEI dan FTMD. Dalam hati saya miris juga, bagaimana perasaan Fathan berfoto di ITB sedangkan dia diterimanya di ITS.
Kami sholat zuhur di Salman. Selesai sholat saya lihat Fathan berdoa lama sekali. Saya sendiri duduk berselunjur kaki sembari mengenang masa 34 tahun yg lalu. Saya melepaskan pikiran ke masa lalu sambil menatap mihrab, lantai, loteng, balkon dan selasar Salman. Mengenang masa mahasiswa dulu, sholat di ruang utama dan belajar bersama di koridor Salman. Sungguh sebuah kenangan indah yg membuat saya sangat betah berlama2 di Salman.
Kami kembali pulang dan besoknya terjadilah drama itu. Pagi2 Fathan membuka laptopnya di hadapan kami orang tuanya. Saya tetap asik bekerja di depan laptop juga. Saya berhenti sejenak dan mengomandokan utk baca basmalah. Dengan ucapan bismillah dari 3 orang maka Fathan klik mandiri ITB. Saya tdk ikut melihat layar dan hanya menunggu saja. Sampai kemudian keluar suaranya, aku diterima. Kaget sekali kami spontan mengucapkan alhamdulillah ramai2. Dan dramanya adalah baik uminya maupun anaknya menangis tersedu2 sambil berpelukan.
Ternyata menangis bukan hanya ungkapan kesedihan. Kondisi bahagia yg amat sangat bahagia juga dapat memicu tangisan. Saya sendiri setelah memeluk Fathan lalu melihat ke laptopnya. Saya ingin meyakinkan diri bahwa dia tidak salah lihat. Dan benar memang tertulis dg jelas, selamat anda diterima di FTMD ITB.
Saya jelas sangat bahagia dia diterima di ITB. Tapi menurut saya ini juga buah dari perjuangan kerasnya dan doa. Dia belajar terus termasuk bimbingan intensif dg karantina di sekolah selama sebulan penuh. Terus dibantu dg doanya yg panjang sekali setiap selesai sholat. Lalu ditambah lagi dg amalan shoum sunnah Senin Kamis dan sholat malam. Alhamdulillah akhirnya bermuara pada kebahagiaan tembus ITB.

 

Artikel Terkait