10. Keputusan ke Chicago

Hari ini kami meninggalkan New York menuju Chicago. Saya yakin keputusan ke Chicago ini benar karena kami akan bisa mengeksplor salah satu kota penting di Amerika. Di kota ini jugalah asal Obama dan dari sini pula dia membangun karir politiknya dengan menjadi senator mewakili Ilinois. Sebuah karir yang cemerlang karena kita tahu akhirnya dia menjadi presiden kulit hitam pertama di Amerika.

Yang saya ragu bukanlah keputusan ke Chicago ini benar atau salah tapi justru keputusan memilih naik kereta. Saya ragu apakah ini sebuah keputusan yang benar atau justru konyol.

Di satu sisi bisa dikatakan konyol karena perjalanan dengan kereta akan ditempuh dalam waktu hampir 20 jam. Rasanya naif sekali ada orang yang naik kereta api 20 jam untuk sesuatu yang seharusnya ditempuh dengan pesawat. Tapi di sisi lain okupansi tujuan Chicago untuk setiap jadual keberangkatan adalah 70% sampai 90%. Artinya banyak orang Amerika sendiri yang memilih naik kereta dari New York ke Chicago.

Tapi setelah dijalani maka ternyata pilihan ini tidak konyol juga. Malah sebaliknya saya sangat enjoy menikmatinya. Soalnya kereta berangkat jam 15.40. Masih ada waktu 1 jam sampai jam 16.40 menikmati pemandangan karena setelah itu matahari terbenam dan suasana sudah gelap.

Malamnya saya bisa tidur nyenyak dalam kereta karena kursinya lapang dan nyaman. Bahkan saya bisa berbaring karena ada dua seat yg kosong. Saat bangun waktu Subuh maka badan sudah fresh lagi. Setelah matahari terbit dan suasana terang di luar maka kami bisa menikmati pemandangan di luar.

Pagi ini kereta sudah berada di negara bagian Ohio setelah semalam melewati Pennsylvania. Ternyata salju telah mulai turun di wilayah Amerika bagian utara yang berbatasan dengan Canada ini. Kami disuguhi pemandangan salju yang meliputi atap rumah, mobil yang sedang parkir, pepohonan dan ladang.

Tumpukan saljunya masih tipis karena sebenarnya ini belum winter. Namun demikian pemandangan salju yang menempel di ranting2 mengingatkan saya dengan pemandangan yang sama saat berkendara dengan bus dari Beograd ke Sarajevo. Bedanya saat itu sudah masuk winter karena sudah bulan Desember sehingga saljunya tebal sekali di mana2.

Keasyikan melihat pemandangan alam membuat waktu terasa bergerak cepat.  Tahu2 sudah jam 10.30 dan kereta sudah mendekati stasiun Chicago. Tidak lama kemudian kereta benar2 sudah berhenti di dalam stasiun. Kami keluar perjalanan hampir 20 jam dengan keretapun selesai juga.

Saya lega karena ternyata perjalanan dengan kereta ini bukanlah pilihan konyol. Saya bisa menikmatinya dengan tidur pada malam hari dan menikmati pemandangan pada siang hari.

Kami menginap di Chicago ini selama tiga malam agar bisa agak santai dan badan tidak terlalu lelah. Destinasi kunjungan juga tidak terlalu banyak, hanya Cloud Gate, Millennium Park, Danau Michigan, Wilis Tower, Chicago Riverwalk dan putar2 saja di sekitar pusat kota.

Dua hari pertama cuaca cerah namun dinginnya lebih menggigit dibanding New York. Suhu udara sekitar 3⁰ C. Hari ketiga cuaca mendung dan gerimis terus sepanjang hari. Kami sudah sampai di Wilis Tower dan berniat naik ke Sky Deck untuk menikmati Chicago dari ketinggian lantai 103. Tapi karena cuaca mendung dan gerimis maka tidak akan ada yang bisa dilihat. Petugas tiket menunjukkan display kondisi pandangan dari atas dan memang tidak terlihat apa2. Jadi kami tidak jadi membeli tiket masuk.

Ada yang agak aneh dari tiket masuk Sky Deck ini. Harganya bukan dalam nominal yang pasti tapi dalam sebuah rentang. Tertulis di display harga tiket USD 30-49. Saya tanya berapa harga tiket. Dia jawab hari ini USD 32. Saya heran dan bertanya apakah harga berubah setiap hari. Dia jawab iya tergantung hari dan banyaknya kunjungan. Ini benar2 mengherankan. Saya baru kali ini bertemu harga tiket masuk yang berubah2. Sudah seperti pasar valas dan pasar saham saja, harga bisa naik turun.

Karena sepanjang hari gerimis dan kadang hujan salju maka kami terus memakai payung. Kami putar2 di Chicago Riverwalk. Pemandangannya bagus sekali, perpaduan sungai dengan latar belakang gedung2 pencakar langit Chicago. Ini benar2 spot yang tidak bosan2nya bagi kami untuk mengambil berbagai foto dengan berbagai latar belakang.

Selama ini kami hampir selalu menggukan kereta bawah tanah untuk berkeliling2 kota di kota2 besar seluruh dunia seperti Paris, Berlin, Brussels, Wina, Budapest, Roma, Istanbul, Tokyo, Singapura dan sebelum ini New York. Kami banyak memakai bus kota hanya di Amsterdam saja  karena tidak ada kereta bawah tanah di sana.

Kali ini di Chicago kami juga hanya pakai bus kota saja. Kami tidak sekalipun mencoba subway di sini. Kebetulan akses bus kota mudah dan dekat dengan tempat menginap. Pertimbangan lainnya adalah bebas melihat pemandangan kota. Beda dengan subway karena yang terlihat di luar hanyalah kegelapan belaka.

Saya selama ini memilih menggunakan kereta bawah tanah di seluruh kota2 besar dunia karna mapnya jelas. Jalur dan arah2nya jelas. Perpindahan jalur juga jelas. Cukup dengan modal map di tangan maka kita bisa dengan mudah mau ke manapun memakai kereta bawah tanah.

 

Hal ini berbeda sekali dengan bus. Saya sulit memahami peta jalur bus. Sulit untuk menemukan titik2 perpindahan bus. Oleh karena itu saya tidak pernah familiar dengan jalur bus manapun di kota2 besar dunia.

Tapi di Chicago ini beda. Saya hanya mengandalkan bus ke mana2. Walau tetap tidak paham jalur bus namun karena ada menu direction di google map maka saya bisa juga mengandalkan bus kali ini.

Situasi ini hampir sama seperti saat kami di Florence Italia. Kami juga hanya mengandakan bus karena tidak ada kereta bawah tanah. Lagipula kotanya juga kecil saja.

Kalau boleh menarik kesimpulan maka jaringan kereta bawah tanah sangat efektif untuk kita menjelajahi kota2 metropolitan yang luas dan besar. Sebaliknya untuk kota2 yang lebih kecil maka penggunaan bus sudah cukup memadai.

 

Chicago Riverwalk

Artikel Terkait