13. Mari Mencuci

Apa lagi sih yang merepotkan sebagai back packer alias traveller cekak keuangan? Salah satunya adalah soal cucian. Sehari paling gak ada dua set pakaian kotor saya dan istri. Dua hari saja sudah menumpuk, apalagi tiga hari. Bagi traveller tajir yang pakai travel agent yang nginap di hotel tentu gak ada masalah. Simpan pakaian kotor di kantong plastik laundry di kamar hotel dan sorenya, cling……………., pakaian rapih dan harum sudah nongkrong di kamar kita.

Tadinya sebelum berangkat saya berharap ketemu mesin cuci koin lengkap dengan mesin pengering seperti dalam film Mr. Bean (ada yg pernah nonton Mr. Bean edisi mesin cuci?) karena saya sudah yakin, pasti laundry kiloan harga promo 6.000 rupaih gak bakal ada di sini. Untung saja saya gak ketemu tempat mesin cuci koin tersebut karena dipikir-pikir tidak akan menyelesaikan masalah juga. Misalnya ada tempat cuci koin, berjarak 5 km dari apartemen kita. Bayangkan kerepotan yang akan kita hadapi.

Pertama masukkan pakaian kotor ke kantong plastik, terus jalan kaki ke stasiun Metro (kereta bawah tanah) terdekat. Naik Metro ke stasiun terdekat ke laundry, terus disambung jalan kaki lagi ke lokasi. Masukkan pakaian kotor ke mesin cuci dan insert koin, lalu menunggu 2-3 jam. Itupun kalau tidak antri. Bagaimana kalau antrian panjang. Setelah selesai jalan kaki lagi ke stasiun Metro, naik Metro ke stasiun dekat apartemen dan jalan kaki lagi ke apartemen. Jangan-jangan berangkat pagi pulang sore hanya untuk cuci baju. Gak ok bangetkan, waktu yang begitu berharga di Eropa hanya untuk cuci baju? Jadi mesin cuci koin bukan solusi. Harus ada solusi lain karena pakaian kotor sudah menumpuk.

Akhirnya solusi yg didapat sangat konvensional yakni mencuci pakai tangan. Karena tidak ada ember karena tidak mungkin saya bawa-bawa ember setiap pindah kota (bayangkan apa kata orang kalau saya bawa ember sambil jinjing koper), jadinya rencana direndam di wastafel, terus kucek-kucek dikit dengan detergen. Tapi wastafel di kamar mandi saat di Helsinki gak ada penutup lubang airnya. Saya coba sumpal pakai kaos kaki tapi tetap saja gak bisa. Waduh, apa akal sekarang. Saya melihat ke sekeliling, apa yang bisa dimanfaatkan. Eh, ternyata ada tempat sampah. Wah, ini bisa dipakai sebagai ember. Jadilah pakaian saya rendam di tempat sampah kamar dan melakukan ritual mencuci seperti saat jadi anak kos dulu.

Sekarang persoalannya adalah menjemur. Mau jemur di mana. Sebagian saya gantung di kamar mandi, sebagian di atas tirai shower. Sudah ditumpuk-tumpuk, tapi tetap aja masih banyak yang belum digantung. Kali ini istri saya yang dapat ide. Dia ambil gagang sapu dan dibentangkan antara closet dan wastafel. Lumayan dapat lagi tempat jemuran.

Sebenarnya saya tahu bahwa di setiap apartemen biasanya ada tempat mesin cuci bersama di lantai bawah tanah. Saya sudah mencari ke lantai bawah tanah, ternyata gak ada. Jadi saya pikir apartemen Helsinki ini gak ada fasilitas mesin cuci.
Eh, tapi kemudian saya menemukan ruang laundry di lantai yang sama dengan kamar. Saya buka dan alamak, ada mesin cuci, ada mesin pengering, ada meja setrikaan dan ada setrikanya juga. Padahal saya baru saja mencuci. Tapi gak apalah, kan ada mesin pengering. Semua cucian di “jemuran” kamar mandi saya kumpulin lagi dan masukkan ke mesin pengering. Di display indikator tertulis dua jam utk pengeringan. Akhirnya saya tinggal saja karena saya mau keluar. Biar nanti sore diambil setelah pulang lagi.

Singkat cerita saya kembali ke apartemen sudah malam. Langkah pertama sebelum masuk kamar adalah mengambil cucian di ruang laundry. Hati saya sudah berbunga-bunga, tentunya pakaian sudah kering sekarang dan tidak bingung lagi dengan masalah jemuran. Saya buka mesin pengering dan ambil pakaian. Lah, kok masih basah. Saya cek lagi, masih tetap basah seperti semula. Ini mesin apa-apaan, sudah ditinggal seharian kok pakaian masih basah.

Tapi saya gak frustrasi. Saya lihat lagi baik-baik tombol-tombolnya. Di sana ada pilihan dry iron, dry cup board dan dry normal. Tadi pagi saya pilih dry iron karena saya pikir bisa langsung disetrika. Tapi mungkin saya salah. Kalau gitu ulangi saja lagi. Pintu mesin drier saya tutup lagi. Sekarang pilih dry cup board saja, gak usah dry iron. Yang penting kering. Muncul lagi display butuh dua jam utk pengeringan. Ya udah, saya tinggal aja dan kembali ke kamar.

Dua jam kemudian saya balik, buka mesin drier dan cling …………….., baju masih basah seperti semula. Lah, ini gimana. Pada titik ini saya pikir saya berhak untuk frustrasi. Masa saya mau coba lagi untuk dua jam berikutnya. Dengan kesal baju-baju basah saya bawa lagi ke kamar. Gagang sapu dipasang lagi dan kembali menjemur seperti tadi pagi.

Alhamdulillah besoknya bisa kering. Secara ilmiah cucian bisa kering walau hanya dijemur di kamar mandi karena kelembaban udara di Eropa sangat rendah. Jadi air cepat menguap. Tapi ingat, jangan lakukan ini di hotel di Indonesia. Mau dijemur seminggu kek di kamar mandi, dijamin bajunya gak bakal kering. Kelembaban udara di kita tinggi sekali. Jemur baju harus di bawah matahari kalau mau kering.

Cerita mesin pengering ini tidak berhenti sampai di sini. Istri saya marah-marah karena bajunya jadi rusak, kayak ada berbulu-bulu gitu. Tentu saja itu gara-gara diputar-putar di mesin drier 2 x 2 jam.
Sampai sekarang saya gak tahu, itu mesinnya yang rusak apa saya yang salah mengoperasikannya.

Artikel Terkait