Traveling saat ini saya setting dengan rata-rata masa stay di satu kota antara dua sampai tiga malam saja. Di Wina dan Praha saya hanya dua malam saja atau dapat tiga siang tidak penuh. Hari pertama terpakai untuk perjalanan dari kota asal ke kota tujuan dan malamnya istirahat. Hari kedua full untuk jalan-jalan eksploitasi kota dan malamnya kembali packing untuk pindah kota besoknya. Hari ketiga adalah di perjalanan dari kota asal ke kota tujuan. Begitu seterusnya jadi sebuah siklus.
Apakah saya puas? Jelas tidak puas. Baru saja kita orientasi sebuah kota di pagi hari dan kemudian setelah agak familiar di sore hari, tapi besoknya sudah harus ditinggal untuk pindah kota lagi. Ibarat menteri kena reshuffle, baru saja orientasi dengan kementeriannya dan setelah agak familiar tahu-tahu dipindah ke kementerian lain. Tapi tentu saja bagi menteri tersebut tetap lebih baik daripada direshuffle tidak jadi menteri lagi. Kemudian capeknya juga bukan main. Bongkar koper, jalan-jalan, packing koper, pindah kota dan negara, bongkar koper, jalan-jaln, packing koper, pindah kota dan negara dan seterusnya sampai sepuluh kali sesuai destinasi saya saat ini.
Masa stay yang ideal di setiap kota seharusnya paling tidak adalah empat malam atau dapat lima siang. Kita punya waktu yang lapang untuk jalan-jalan secara santai dan ada waktu untuk istirahat. Hanya saja konsekuensinya adalah waktu dan biaya. Sepuluh kota kali dengan masing-masing lima hari sama dengan 50 hari. Dua kali lipat dibanding saya saat ini yang 25 hari. Biaya akomodasi otomatis jadi dua kali lipat juga.
Dengan budget sekarang dan waktu 25 hari, sebenarnya saya punya dua pilihan.
1. Travelling ideal dangan waktu lapang dan budget yang sama, tapi hanya dapat lima kota/negara.
2. Atau travelling cepat dengan waktu stay sempit plus capek namun tetap dengan budget yang sama, tapi dapat 10 kota/negara.
Nah, kalau sodara-sodara pembaca pilih yang mana?