3. Muslim Rusia

3. Muslim Rusia

Salah satu hikmah umroh adalah kita bisa berkenalan dan berkomunikasi dengan muslim dari negara lain. Biasanya komunikasi ini tidak direncanakan tapi spontan saja tergantung keadaan.

Misalnya malam ini malam 27 Ramadhan. Masjid penuh sesak dengan orang yang itikaf. Jangankan di dalam masjid, di pelataran masjid saja kita bisa tidak mendapatkan tempat.

Saya mengalaminya pada malam 26 kemarin. Saking padatnya maka saya tidak mendapatkan tempat sama sekali. Terpaksa mundur terus sampai hanya dapat tempat di emperan toko.

Sebenarnya saya sudah tap kavling di dalam masjid. Tapi itulah, jika kita meninggalkan kavling dan keluar masjid untuk ke toilet maka kita tidak bisa masuk lagi. Jalan masuk sudah ditutup dan dijaga oleh tentara dan polisi.

Malam 27 saya sudah berencana tidak akan keluar sama sekali. Saya masuk jam 14an sebelum Ashar dan akan bertahan sampai Subuh tanpa keluar sama sekali. Untuk meminimalisir kebutuhan ke toilet maka saya akan minum sesedikit mungkin.

Di depan shaf itikaf saya ada beberapa pemuda yang menarik perhatian saya. Kelihatan bahwa mereka sangat menikmati itikaf ini. Salah seorang malah melakukan streching untuk melatih ototnya karena mungkin sudah terlalu lama tidak bergerak karena itikaf.

Saya menegur salah seorang dari mereka dan menanyakan dari mana. Dia jawab Rusia. Lalu saya kejar lagi dari daerah mana di Rusianya. Ternyata dari Dagestan.

Dagestan adalah salah satu republik dari sekian banyak republik di Federasi Rusia. Penduduknya 90% lebih adalah muslim.
Dia mengatakan bahwa semua orang Dagestan akan mengatakan dirinya adalah muslim jika ditanyakan agamanya. Tapi sayangnya mereka tidak sholat, puasa dan tidak mengerti syariat Islam lainnya.

Tapi anak muda yang saya ajak ngobrol ini tentu beda. Buktinya dia ikut itikaf. Karena itu saya ingin tahu juga apakah dia bisa baca Quran juga.

Saya lalu membuka Quran dan menunjuk sebuah ayat secara acak dan meminta dia membacanya. Ternyata dia membaca dengan tajwid dan makhroj huruf yang benar.

Saya tanya dari mana dia belajar membaca Quran. Katanya dari madrasah dan masjid.
Usianya masih 28 tahun namun mengamalkan Islam dengan baik. Begitu juga teman-teman itikafnya. Semua masih muda kisaran 20 tahunan.

Ini berkebalikan dengan kondisi yang saya temui di Sarajevo ibukota Bosnia Herzegovina. Di masjid hanya ada orang-orang tua saja. Salah satu anak muda penjaga museum yang sempat saya tanya malah mengaku atheis. Padahal dari ceritanya sendiri dia berasal dari keluarga muslim dari orang tuanya dan kakek neneknya.

 

Bersambung

 

Artikel Terkait